DI AKHIR masa jabatannya sebagai Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mendapat amanah sebagai Menteri Sosial. Risma diakui banyak pihak telah mengubah wajah kota Surabaya. Latar belakang pendidikannya sebagai sarjana arsitektur lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tentu mempengaruhinya dalam menata wajah kota. Hal yang mengingatkan kita pada Ridwan Kamil sebagai arsitek perubahan di Jawa Barat.
Kader Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) ini juga dikenal menginspirasi dalam semangat pelayanan publik. Ia menjadikan layanan publik berbasis teknologi informasi sebagai ujung tombak dalam memangkas waktu dan prosedur pelayanan. Hal yang menjadikannya berbeda dibanding banyak kepala daerah yang alih-alih memangkas birokrasi justru terjebak dalam kasus rasuah.
Sosoknya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Risma tak segan turun tangan memungut sampah. Turun ke bawah menyapa rakyat. Bersujud dan meratap demi warganya agar mendapatkan hak atas layanan kesehatan dan layanan publik lainnya. Meski di mata lawan politik semua itu tak lain pencitraan belaka.
Tak ada gading yang tak retak. Risma juga dikritik dalam beberapa hal. Publik masih ingat ketika Surabaya dan pada umumnya Jawa Timur dalam kepanikan menghadapi pandemi terjadi silang pendapat antara Walikota Risma dan Gubernur Khofifah. Tak sedikit yang menganggapnya terlalu lebai di panggung depan politik di saat rakyat tengah menanti kesungguhan dan sinergi antar pejabat publik dalam mengambil langkah cepat.
Risma juga dibayangi isu kurang netral dalam Pemilihan Walikota Surabaya. Mobilisasi dana dan sumber daya birokrasi bukan tak mungkin diarahkan untuk kemenangan calon dari partai yang selama ini menaunginya. Sejauh ini perempuan tangguh ini dikenal bersih dan berani mengambil sikap dalam kepemimpinannya.
Tugas berat dalam waktu dekat telah menghadangnya. Presiden Joko Widodo memberi instruksi agar penyaluran bansos melalui transaksi non tunai di bulan Januari dapat direalisasikan dengan tepat sesuai jadwal. Disamping fungsi jaring pengaman sosial, bansos juga diharapkan dapat menopang percepatan pemulihan ekonomi nasional. Termasuk menggerakkan usaha mikro dan usaha kecil yang menjadi nadi ekonomi rakyat.
Berdasar pengalamannya Risma dapat memanfaatkan keunggulan digital atau teknologi informasi agar dana yang tersalur tepat sasaran. Sejauhmana kepemimpinan dan kemampuan manajerialnya dalam mengeksekusi tugas ini tentu akan dinilai publik. Disamping tentu saja integritas diri dan jajaran di bawahnya juga diuji. Cukup berat mengembalikan kepercayaan publik pada PDIP selepas terciduknya mantan Mensos Juliari Batubara oleh KPK.
Jika Risma tak serius bukan target penugasan yang akan dituntaskannya justru ia dan jajarannya akan menajdi target Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lawan poilitiknya.
Sinergi dengan kementerian dan lembaga negara lain juga tak kalah penting. Butuh kepiawaian lintas sektoral. Jangan sampai ada tumpang tindih program dan penerima bantuan. Ego sektoral yang selama ini menjadi batu sandungan bagi birokrasi untuk bekerja secara sinergis harus mampu dieliminasi. Menghapusnya sama sekali adalah mustahil.
Dalam soal distribusi dan data, Risma harus optimal dalam langkah koordinasi dengan para kepala daerah. Sebagai mantan walikota yang melompat ke jenjang menteri tentu tak mudah menepis ego para gubernur. Namun pengalamannya sebagai kepala daerah juga akan membantu dalam komunikasi terkait tugas yang dibebankan negara.
Publik berharap Risma fokus dalam menjalankan tugas. Tak perlu banyak gaduh dan drama di saat pandemi membutuhkan langkah efektif. Lawan dan kawan dalam politik tentu akan angkat topi bila kementerian yang dipimpinnya dapat menuntaskan tugas setidaknya dalam distribusi bantuan sosial. Tugas yang akan membuktikan bahwa negara hadir bagi rakyatnya yang lemah dan membutuhkan afirmasi untuk kembali bangkit menata kehidupannya.
Amanah sebagai orang nomor satu di Kementerian Sosial diharapkan mampu mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bukan kemakmuran pejabat negara dan golongannya. Kembalilan reputasi PDIP sebagai partai wong cilik!