SETIAP masa memiliki tantangannya tersendiri. Pun bagi Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang tengah menyelenggarakan permusyawaratan tertingginya di tengah pandemi. Wabah Covid-19 memaksa para kader pelajar berkemajuan ini melaksanakannya secara blended- method. Pimpinan Pusat dan sejumlah panitia berada di lokasi dan sebagian besar peserta pemilik hak suara mengikutinya secara daring dari seluruh penjuru negeri. Jika berjalan dengan lancar dan adil maka momentum ini akan menjadi titik-tolak bagi upaya menggapai masa depan organisasi pelajar yang cukup banyak memiliki prestasi dan kontribusi ini.
Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke-22 dilangsungkan di Purwokerto. Kota yang secara geografis berada di jantung pulau Jawa ini mengingatkan seluruh keluarga besar IPM pada sosok Anjar Nugroho, salah satu kader terbaiknya yang menjadi peletak dasar paradigma gerakan. Gagasan dan langkah perjuangannya memberi energi baru bagi organisasi pelajar ini sebagai gerakan dakwah di kalangan pelajar yang semakin diperhitungkan elemen-elemen pergerakan lainnya. Kader-kader IPM punya ‘utang intelektual’ kepada mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini.
Muktamar selalu menghadirkan kegelisahan dan keresahan. Kegelisahan yang berasal dari kesadaran bahwa gerakan pelajar tidak hidup di ruang hampa. Bahkan tak dapat bersembunyi dari lingkungan yang terus berubah dan menuntut segala yang ada untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. IPM harus mampu melihat peluang di tengah perubahan dan peka membaca kebutuhan para pelajar. Bukan tak mungkin banyak pesaing yang lebih ‘laku’ dalam menawarkan ide dan platform gerakan.
Regenerasi menjadi sebuah agenda penting dalam setiap muktamar dan musyawarah di level lainnya. Tak sedap rasanya Muktamar tanpa bumbu kontestasi dan kompetisi dalam merebut posisi strategis di IPM. Kompetisi yang sehat tentu diperlukan agar kader terbaik yang terpilih memimpin organisasi pelajar ini. Meski banyak kalangan di IPM masih memegang prinsip bahwa jabatan dalam pengertian amanah tak boleh atau setidaknya tak elok untuk diperebutkan.
Bukan tidak mungkin dalam muktamar kali ini kompetisi berlangsung ketat meski tidak terlalu terbuka. Setiap Pimpinan Wilayah tentu punya gengsi dan posisi tawar untuk menempatkan kader terbaiknya di Pimpinan Pusat IPM. Dari nama-nama calon formatur yang hendak dipilih di Muktamar akan terpetakan sumber pasokan kader. Belakangan para calon formatur yang diproyeksikan menjadi calon Ketua berasal dari dua lembaga pendidikan yang dikenal banyak mencetak kader yakni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut.
Sumber pasokan kader ini tentu harus diperbanyak dan diintensifkan agar alternatif calon pemimpin di tingkat nasional semakin banyak. Setiap kader yang pernah menempati jabatan strategis di Pimpinan Wilayah sedapat mungkin diproyeksikan sebagai kader tingkat nasional. Jika dilihat dari rerata usianya para calon formatur ada di kisaran 23 hingga 24 tahun dan sudah lulus S-1 maka mereka yang kemudian aktif di PP dapat melanjutkan studi pasca sarjananya di Jakarta atau di Yogyakarta.
***
Pandemi semakin mengokohkan isu digital dan disrupsi. Siapapun yang ketinggalan zaman akan terlindas dan tergantikan. Setiap gerakan sosial harus mencari cara untuk tetap bertahan hidup dan menjalankan agenda-agendanya di tengah segala keterbatasan dan pembatasan.
Muktamar IPM kali ini pun harus berlangsung lebih banyak porsinya di platform daring. Masa depan serasa hadir lebih cepat. Ini menunjukkan bahwa para pemimpin muda yang akan terpilih di ajang ini adalah mereka yang memiliki visi untuk membawa organisasi ini menjadi gerakan yang lincah sekaligus memiliki karakter yang kuat. Begitulah kiranya IPM ingin membingkai cita-citanya dalam semangat Reframe The Future.
Karakter atau akhlak yang menjadi ruh pelajar Muhammadiyah semakin memiliki makna di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Integritas menjadi kata kunci dalam memperbaiki situasi bangsa. Para penyelenggara negara, pejabat publik, pemimpin bisnis, dan pemimpin gerakan sosial dituntut untuk memegang teguh integritasnya dalam menjalankan peran dan fungsinya. Mudah dikatakan, sulit diwujudkan kecuali dibangun secara kolektif dalam jangka panjang.
Muktamar juga menjadi ajang transformasi nilai. Segala hal berubah namun ada prinsip-prinsip dasar sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar yang tak boleh lekang oleh waktu. Cara boleh kental oleh inovasi namun racikan tetap harus genuine dan otentik. Di tengah keterbelahan sosial dan politik, upaya untuk memberi makna yang tepat pada frasa Islam Berkemajuan bukan perkara enteng. Jika hal ini dapat dirumuskan pada Muktamar kali ini maka pantaslah slogan beyond the limit itu disandang.
Muktamirin tentu menjadi pihak yang paling berhak sekaligus berkompeten dalam memutuskan dan merumuskan segala tantangan yang dihadapi pelajar Muhammadiyah dalam Muktamar kali ini. Setidaknya di masa depan para pelajar Muhammadiyah memiliki kemampuan membangun kolaborasi dan cepat beradaptasi dengan perubahan. Jika tidak, kemana lagi Muhammadiyah berharap akan masa depannya?