Once commander always a commander. Meski sudah sama-sama pensiun dari dinas militer Luhut Binsar Panjaitan dan Prabowo Subianto tetap saling menghargai sebagai mantan komandan dan anak buah. Bahkan Prabowo mengenang saat aktif di militer Luhut menggunakan sandi Gajah untuk dirinya dan Gajah Muda untuk Prabowo Subianto. Sandi yang menunjukkan kedekatan mereka berdua kala itu.
Di Pemilu Presiden 2019 kerenggangan hubungan mereka terlihat jelas. Luhut berada di pihak Joko Widodo sebagai petahana. Bahkan sementara kalangan menafsir Luhut sebagai ‘ The Real President’. Setidaknya Luhut memiliki peran yang sangat menentukan di samping Jokowi. Sang Menteri Koordinator berperan layaknya Menteri Pertama.
Kini posisi politik keduanya telah berangsur bergeser. Prabowo identik sebagai ‘orang dekat’ dan pelanjut Joko Widodo. Sementara Luhut berangsur menarik diri dari peran politiknya menjelang Pemilu 2024. Luhut terlihat cair berkomunikasi dengan semua kekuatan politik saat ini.
Prabowo Subianto, yang dipandang sebagai calon presiden potensial, menerima doa dan dukungan dari Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, untuk kemenangan dalam pemilihan presiden 2024. Dukungan ini disampaikan saat acara ulang tahun Luhut yang ke-76 dan peluncuran bukunya, di mana Prabowo hadir sebagai tamu.
Luhut menyampaikan rasa bahagianya karena banyak orang yang telah berkontribusi dalam hidupnya, termasuk Prabowo, yang saat ini sedang bersiap untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Luhut berdoa agar Prabowo berhasil dalam perjalanannya.
Prabowo, sebagai respons, memberikan penghargaan kepada Luhut, menyebutnya sebagai salah satu jenderal TNI terbaik di Indonesia. Prabowo mengungkapkan rasa hormatnya kepada Luhut, yang pernah menjadi komandannya, dan mengakui bahwa dia masih merasa segan ketika berbicara tentang Luhut.
Komunikasi menjadi salah satu kunci dalam penyelesaian masalah. Prabowo juga berbagi tentang hubungan panjangnya dengan Luhut, termasuk pengalaman mereka mendirikan pasukan antiteror bersama dan belajar di Jerman. Prabowo mencatat bahwa mereka sering kali berkomunikasi dalam situasi kritis, dan selalu memprioritaskan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Prabowo, sebagai ungkapan terima kasihnya kepada Luhut, telah menulis tentang Luhut dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman”. Kedua prajurit Sapta Marga ini masih dibutuhkan dalam perjalanan Indonesia membangun dan mengkonsolidasikan demokrasi.
Apakah peran politik para mantan komandan militer ini akan memberi lebih banyak kebaikan daripada mudarat bagi demokrasi Indonesia? Sejarah yang akan mencatatnya.