“Sebagai capres saya bukan sebagai individu Prabowo, namun sebagai simbol dari visi Indonesia Maju. Demikian juga dengan Mas Gibran. Kami berdua simbol bersatunya dua kekuatan Merah Putih.”
Begitulah kata Prabowo pada (24/10/2023) sebagai respon atas dukungan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sehari sebelum pasangan Prabowo-Gibran didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Digaetnya Gibran yang berusia 36 tahun oleh Prabowo yang berusia dua kali lipatnya menjadi fenomena unik dalam politik elektoral di Indonesia.
Prabowo sendiri meski berusia lebih dari 72 tahun memiliki elektabilitas tinggi di kalangan milenial dan Generasi Z. Sementara Gibran sudah barang tentu juga akan berdiri di depan dalam menambah suara paslon ini di kalangan muda. Mengingat banyaknya pemilih usia muda maka mengupas politik simbol politik bagi kalangan milenial menjadi sangat penting.
Pemilih milenial memiliki persepsi dan penerimaan yang berbeda terhadap simbol-simbol politik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemilih milenial cenderung lebih terbuka terhadap simbol-simbol agama dalam konteks politik. Simbol-simbol agama dapat digunakan dalam iklan kampanye politik untuk menarik perhatian pemilih milenial. Namun, ada juga pemilih milenial yang cenderung menutup mata dan telinga terhadap politik karena persepsi negatif terhadap image politik.
Pemilih milenial juga memiliki peran yang signifikan dalam pemilihan umum. Pada pemilu serentak 2019, jumlah pemilih milenial mencapai 70 juta hingga 80 juta jiwa dari total 193 juta pemilih, yang berarti sekitar 35% hingga 40% dari total pemilih. Pemilih milenial memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan kemajuan bangsa.
Dalam pemilu 2024, pemilih muda, termasuk pemilih milenial, diperkirakan akan menjadi kelompok pemilih dengan proporsi terbesar. Pemilih muda memiliki kekuatan dan pengaruh yang signifikan dalam menentukan hasil pemilu dan arah politik negara.
Simbol-simbol politik, termasuk simbol agama, sering digunakan untuk menarik perhatian pemilih, termasuk pemilih milenial. Simbol-simbol ini dapat mempengaruhi preferensi politik pemilih dan menjadi faktor dalam memilih calon atau partai politik.
Dalam konteks politik, penting untuk memahami persepsi dan penerimaan pemilih milenial terhadap simbol-simbol politik. Pemahaman ini dapat membantu para politisi dan partai politik dalam merancang strategi kampanye yang efektif untuk menarik perhatian dan mendapatkan dukungan dari pemilih milenial.
Pemilih milenial juga perlu meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi dalam proses politik. Pendidikan politik rakyat dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu menjadi faktor penting dalam membangun demokrasi yang kuat.
Pemilih milenial memiliki peran yang signifikan dalam politik dan pemilihan umum. Pemahaman terhadap preferensi politik dan penerimaan simbol-simbol politik oleh pemilih milenial dapat membantu dalam merancang strategi politik yang efektif dan membangun partisipasi politik yang kuat di kalangan generasi muda.
Dalam dunia politik modern, terdapat pergeseran dalam penggunaan dan makna simbol-simbol politik. Pergeseran ini dapat terjadi sebagai respons terhadap perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di masyarakat.
Dalam beberapa konteks, terjadi pergeseran dalam makna simbol-simbol agama dalam politik. Misalnya, pada akhir 1980-an di Indonesia, terjadi desekularisasi sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru yang mendukung sekularisasi politik. Pada saat itu, Pancasila dijadikan satu-satunya asas yang berimplikasi pada pelarangan simbol-simbol agama dalam politik. Namun, meskipun terjadi sekularisasi politik yang kuat, masyarakat tetap mempertahankan orientasi keagamaan dan melakukan sosialisasi ajaran agama secara kultural.
Dalam politik modern, terjadi pergeseran dalam penggunaan simbol-simbol identitas dalam politik identitas. Masyarakat cenderung mencari formasi identitas baru dan terlibat dalam politik identitas. Simbol-simbol identitas seperti bahasa, budaya, atau agama dapat digunakan untuk memperkuat identitas kelompok dan mempengaruhi persepsi politik.
Simbol-simbol nasionalisme juga mengalami pergeseran dalam politik modern. Dalam era globalisasi, simbol-simbol nasionalisme dapat digunakan untuk memperkuat identitas nasional dan membangun solidaritas di antara warga negara. Namun, terdapat pula pergeseran dalam interpretasi simbol-simbol nasionalisme, terutama dalam konteks multikulturalisme dan pluralisme. Simbol-simbol nasionalisme dapat diinterpretasikan sebagai simbol toleransi, pluralisme, dan multikulturalisme.
Simbol-simbol partai politik juga mengalami pergeseran dalam politik modern. Partai politik menggunakan simbol-simbol seperti logo, warna, atau slogan untuk membangun identitas politik dan mempengaruhi persepsi masyarakat. Pergeseran simbol partai politik dapat terjadi sebagai respons terhadap perubahan ideologi, strategi politik, atau perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat.
Gerakan sosial juga menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan politik dan membangun identitas gerakan. Dalam politik modern, terjadi pergeseran dalam penggunaan simbol-simbol gerakan sosial. Misalnya, gerakan feminisme menggunakan simbol-simbol seperti warna ungu atau lambang perempuan untuk merepresentasikan tujuan dan nilai-nilai gerakan tersebut. Pergeseran simbol gerakan sosial dapat mencerminkan perubahan dalam fokus gerakan atau strategi yang digunakan.
Pergeseran simbol politik dalam dunia politik modern mencerminkan dinamika perubahan sosial, politik, dan budaya dalam masyarakat. Simbol-simbol politik dapat mengalami perubahan makna dan penggunaan sebagai respons terhadap perubahan tersebut. Penting untuk memahami pergeseran simbol politik ini agar dapat menginterpretasikan pesan politik yang ingin disampaikan dan memahami konteks politik yang sedang terjadi.