Banyak program politik capres atau caleg yang rumusannya ;’melangit’. Sementara rakyat terutama pemilih lebih mudah memahami apa yang menjadi gagasan para kandidat jika digunakan istilah yang lebih sederhana. Dalam konteks ini Prabowo dan tim komunikasi politiknya punya jurus jitu.
Sebut saja program minum susu gratis bagi anak dan ibu hamil. Masyarakat sangat mudah menangkap pesan itu. Lebih mudah daripada mencerna istilah ‘mengatasi stunting’ dan banyak istilah lainnya. Dari diksi yang sederhana program besar perbaikan gizi demi peningkatan kualitas SDM dapat diterima konstituennya.
Dengan mempertimbangkan data latar belakang pendidikan pemilih, Prabowo jeli memilih diksi. Disamping itu program minum susu gratis mudah diukur tingkat capaian keberhasilannya. Yang lebih penting rakyat mudah memahami untuk kemudian aktif berpartisipasi.
Sekali lagi penting untuk diingat. Elit politik jangan sampai terjebak dalam menara gading produksi gagasan melangit namun miskin dalam eksekusi. Partisipasi rakyat sebagai buah dari legitimasi atas hasil pemilu bakal meningkat pesat jika pemimpin mampu berkomunikasi dengan bahasa rakyat. Dan tentu saja program yang ditawarkan memang strategis menjawab masalah-masalah mendasar dalam kehidupan bangsa.
Tentu ada alasan mengapa program minum susu gratis menjadi pilihan. Terdapat korelasi antara tingkat konsumsi susu dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Konsumsi susu yang rendah dapat berdampak negatif pada kualitas SDM. Berikut adalah beberapa informasi yang relevan: Buat generasi babyboomer mereka akan mengenang kembali istilah empat sehat lima sempurna dimana susu menjadi elemen kelima.
Menurut Dr. A. Rusfidra, protein hewani asal ternak seperti susu memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh manusia. Oleh karena itu, konsumsi protein hewani, termasuk susu, perlu dipacu untuk mewujudkan SDM yang cerdas, kreatif, produktif, dan sehat.
Studi juga menunjukkan bahwa konsumsi daging, telur, dan susu yang rendah dapat menyebabkan target konsumsi protein hewani yang ideal tidak tercapai. Konsumsi protein hewani yang ideal adalah sekitar 26 gram per kapita per hari untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Di Indonesia, tingkat konsumsi susu masyarakat pada tahun 2020 masih berkisar 16,27 kg per kapita per tahun. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam yang mencapai 20 kg per kapita per tahun atau Malaysia sekitar 50 kg per kapita per tahun.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) dipengaruhi oleh masalah gizi. Rendahnya status gizi dapat berdampak negatif pada kualitas SDM. Oleh karena itu, konsumsi susu yang cukup penting untuk memenuhi kebutuhan gizi dan meningkatkan kualitas SDM.
Dalam konteks pembangunan pertanian, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) termasuk dalam rencana strategis Kementerian Pertanian. Peningkatan kualitas konsumsi pangan, termasuk susu, merupakan salah satu fokus dalam rencana tersebut.pdf).
Dari informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat konsumsi susu dengan kualitas SDM. Konsumsi susu yang cukup penting untuk memenuhi kebutuhan gizi dan meningkatkan kualitas SDM.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai pelengkap data sebelumnya, rata-rata konsumsi per kapita untuk susu cair pabrik sebesar 47 gram dalam sebulan pada September 2021. Jumlah tersebut turun 60,17% dibandingkan pada Maret 2021 yang sebesar 118 gram. Angka konsumsi susu bubuk per kapita sebesar 21 gram dalam sebulan. Angka tersebut masih jauh lebih sedikit di bawah rata-rata konsumsi susu dari negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dengan 26,20 kg/kapita/tahun, Myanmar dengan 26,7 kg/kapita/tahun, dan Thailand dengan 22,2 kg/kapita/tahun.
Sementara dari sisi pasokan, produksi susu segar di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2022, produksi susu segar mencapai 968.980,14 ton, naik 2,38 persen dari tahun 2021 yang sebesar 946.388,17 ton³. Provinsi dengan produksi susu segar tertinggi adalah Jawa Timur dengan 543.687,16 ton, diikuti oleh Jawa Barat dengan 300.198,28 ton dan Jawa Tengah dengan 103.547,20 ton³.
Jadi dari sisi permintaan dan suplai perlu dikelola dengan baik. Sehingga kebutuhan gizi anak Indonesia terpenuhi. Sementara ekonomi para peternak dan pedagang susu juga meningkat.