Kebutuhan akan asupan nutrisi yang seimbang, terutama vitamin B12 dan D, membuat susu menjadi komponen penting dalam menjaga kesehatan tubuh, terutama sistem imun. Namun, data konsumsi susu per kapita di Indonesia masih jauh dari standar yang diinginkan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Hal ini menjadi perhatian karena kekurangan susu dapat memengaruhi pertumbuhan tulang, sistem imun, dan kesehatan secara keseluruhan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi susu per kapita di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 16,27 kilogram per tahun. Angka ini dianggap rendah, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam (20 kg/kapita/thn) dan Malaysia (50 kg/kapita/tahun). Adanya penurunan konsumsi susu cair pabrik, susu bubuk, dan susu bubuk bayi pada September 2021 menjadi salah satu indikator rendahnya minat masyarakat terhadap produk susu.
Beberapa faktor mempengaruhi rendahnya konsumsi susu di Indonesia. Pertama, jumlah populasi sapi perah yang rendah menyebabkan harga susu menjadi mahal. Selain itu, gangguan intoleransi laktosa juga menjadi kendala, di mana sebagian masyarakat mengalami ketidaknyamanan dan bahkan diare setelah mengonsumsi susu.
Penting untuk mencatat bahwa susu bukan hanya penting bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, tetapi juga bagi orang dewasa. Anak-anak disarankan mengonsumsi dua gelas susu sehari, sementara orang dewasa direkomendasikan dua hingga tiga gelas susu per hari. Adalah penting untuk memilih susu yang sesuai dengan kebutuhan anak, terutama setelah disapih dari ASI.
Faktor produksi dan suplai juga menjadi perhatian serius. Data menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas produksi susu sapi perah di Indonesia hanya sekitar 10 liter/ekor/hari. Angka ini tidak sejalan dengan peningkatan konsumsi susu, yang naik 5% per tahun, sementara produksi susu hanya meningkat 2% per tahun.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian berkomitmen untuk meningkatkan produksi susu sapi perah. Program-produk seperti Sikomandan/Upsus SIWAB, pemasukan sapi perah, insentif investasi, dan peningkatan produktivitas melalui perbaikan genetik dan pakan menjadi langkah-langkah yang diambil. Ketergantungan tinggi terhadap impor susu juga menjadi tantangan, tetapi sekaligus peluang untuk mengembangkan produksi susu segar dalam negeri.
Langkah-langkah strategis termasuk meningkatkan populasi sapi perah, memperbaiki kualitas susu, dan memastikan keberlanjutan produksi. Melibatkan peternak sapi perah secara terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir, diharapkan dapat menghasilkan peningkatan produksi yang berkelanjutan.
Pengolahan limbah peternakan sapi perah menjadi biogas dan pupuk organik juga menjadi solusi untuk mengatasi dampak lingkungan. Selain berkontribusi pada mitigasi pencemaran dan efek gas rumah kaca, pengolahan limbah ini juga dapat meningkatkan pendapatan peternak.
Kerja sama dengan Danish Veterinary Food and Administration (DVFA) dalam pengembangan produksi susu organik menjadi langkah positif. Indonesia berharap dapat menghasilkan susu organik berkualitas tinggi dan memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Kesadaran masyarakat terhadap produk yang sehat dan berkualitas menjadi peluang bagi pengembangan produk susu organik di Indonesia.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor susu dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui peningkatan konsumsi susu yang memadai.
