Jakarta yang padat, tercemar, rawan gempa bumi, dan terancam tenggelam ke Laut Jawa cukup memprihatinkan. Pun Pemerintah saat ini sedang dalam proses memindahkan ibu kota Indonesia ke Pulau Kalimantan. Pemerintah mengusulkan bahwa ibu kota baru ini akan menjadi kota hutan lestari yang fokus pada lingkungan hidup dan berupaya untuk menjadi netral karbon pada tahun 2045.
Tidak semua pihak setuju. Kalangan pecinta lingkungan berada di garis depan pengkritik rencana ini. Aktivis lingkungan berpendapat proyek IKN berpotensi menyebabkan deforestasi besar-besaran yang mengancam habitat spesies yang terancam punah seperti orangutan, serta membahayakan komunitas adat yang berdiam di dekat lokasi proyek.
Langkah ini diambil karena Jakarta menghadapi banyak masalah, termasuk kota yang terancam tenggelam karena penurunan permukaan tanah akibat pengambilan air tanah yang tidak terkendali, serta naiknya permukaan Laut Jawa akibat perubahan iklim. Udara yang tercemar, banjir, dan kemacetan lalu lintas juga telah menjadi masalah yang serius, merugikan perekonomian sebesar $4,5 miliar per tahun.
Presiden Joko Widodo melihat relokasi ibu kota sebagai solusi atas masalah Jakarta yang melanda. Rencananya, kota baru bernama Nusantara akan menjadi tempat bagi lebih dari 1,5 juta pegawai negeri, dibangun dari awal dengan konsep “kota hutan” yang memperhitungkan 65% wilayah hijau.
Selain itu, beberapa desa adat Balik dengan lebih dari 100 penduduk telah direlokasi karena pembangunan, dan diperkirakan akan ada lebih banyak desa yang terkena dampak serupa. Pemerintah menyatakan telah mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal dan memberikan kompensasi kepada mereka yang tanahnya terkena dampak
Jakarta yang sebelumnya merupakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) akan berganti status menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) setelah Ibu Kota Negara pindah ke IKN Nusantara, Kalimantan Timur, pada tahun mendatang.
Menurut UU Nomor 29 Tahun 2007, Provinsi DKI Jakarta berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia serta merupakan daerah otonom pada tingkat provinsi. Namun, RUU Provinsi DKJ mengubah kedudukan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi Provinsi DKJ yang beribukota di Jakarta Pusat.
Rencana perubahan ini telah dibahas di tingkat pusat, termasuk di Kementerian Dalam Negeri dan telah diajukan untuk dimasukkan dalam Prolegnas 2023. Namun, anggota Panitia Khusus (Pansus) Jakarta Pasca Terbentuknya Ibukota Negara (IKN) DPRD DKI Jakarta menyatakan bahwa RUU DKJ belum dimasukkan dalam Prolegnas meskipun sudah dibahas di DPR RI.
Pemerintah mengusulkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta masuk dalam Prolegnas 2023 Perubahan Kedua. Ini dilakukan karena urgensi yang tak bisa diabaikan, terutama setelah dipilihnya Nusantara sebagai Ibu Kota Negara Indonesia yang baru.
Pendanaan untuk pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara sebelumnya dianggarkan dalam APBN yang ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR. Namun, dalam RUU Provinsi DKJ, kedudukan DKJ bukan lagi sebagai Ibukota NKRI, sehingga pendanaan dapat diberikan tambahan dukungan dari Pemerintah Pusat untuk kewenangan khusus DKJ dengan memperhatikan usulan dari Pemerintah Provinsi DKJ.
Alasan perubahan regulasi ini adalah untuk mengatasi kebutuhan dalam pengelolaan daerah, seperti peraturan pajak parkir, pinjaman luar negeri, serta pengelolaan aset dan pendapatan daerah lainnya yang memerlukan pembahasan dan keputusan bersama dengan Kementerian Keuangan.
RUU Provinsi DKI sebelumnya menyebutkan kerjasama antara Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, serta pemerintah kota/kabupaten yang berbatasan langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, RUU Provinsi DKJ menekankan bahwa kerjasama menjadi wajib dalam mencapai Jakarta sebagai Kota Global dan kawasan regional untuk memecahkan masalah serta pelayanan publik lintas batas.
Perubahan regulasi ini bertujuan untuk menyelaraskan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dengan daerah sekitarnya. Pembentukan Dewan Kawasan di bawah pimpinan Wakil Presiden akan membantu mengkoordinasikan permasalahan Kota Jakarta dengan kewenangan daerah tetangga dan lembaga sektoral. Cakupan wilayah kawasan regional juga dapat diperluas sesuai dengan perubahan lingkungan di Kota Jakarta dan sekitarnya.