“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”
MENTERI Perdagangan Zulkifli Hasan [Zulhas] tetiba viral setelah video kelakarnya soal gerakan sholat diperdebatkan. Di video tersebut, Zulhas diketahui tengah hadir sebagai pembicara dalam rapat kerja nasional Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia [APPSSI].
Dalam pidatonya, ia melontarkan lelucon yang menyinggung gerakan sholat hingga pembacaan al-Fatihah. Hal itu dibalas dengan gelak tawa para tetamu yang hadir. Adapun lelucon yang Zulhas sebutkan adalah terkait pengucapan kata AMIN setelah surat selesai dalam setiap rakaat shalat.
Politisi asalah lampung itu menjabarkan progres kepemimpinan Jokowi. Termasuk klaim terkait gencatan senjata antara Israel dan Hamas beberapa waktu lalu.
“Kemarin ada gencatan senjata beberapa hari, itu ada peran Pak Jokowi itu,” kata Zulhas saat berpidato.
Setelah itu, Zulhas mulai bercerita soal perubahan sikap masyarakat akhir-akhir ini. Dia mengaku heran atas perubahan tersebut.
“Saya keliling daerah, Pak Kiai. Sini aman, Jakarta nggak ada masalah, yang jauh-jauh ada lho yang berubah. Jadi kalau salat Maghrib baca, ‘waladholin… ‘, Al-Fatihah baca ‘waladholin..’ Ada yang diem sekarang, pak. Lho kok lain,” ujar Zulhas.
“Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya.
Adapun yang dimaksud Zulhas, kelanjutan surat Al-Fatihah itu seharusnya adalah “Amin” yang dibaca bersamaan imam dan makmumnya. Kemudian Zulhas juga mengatakan ada yang duduk tahiyat menunjuk menggunakan dua jari.
Dampaknya, kantor DPW PAN Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY] di Kota Jogja digeruduk massa tak lama setelahnya. Massa gak cuma menuntut zulhas meminta maaf, tapi juga mendesaknya segera mengundurkan diri dari jabatan Menteri Perdagangan [Mendag] RI.
Sebelum video viral Mendag Zulhas yang dinilai menistakan agama, capres nomor urut 1 Anies Baswedan sebetulnya lebih dulu membahas candaan ‘aamiin’ dan tahiyat dua jari. Anies bercanda soal ketakutan orang-orang dalam menggaungkan ucapan aamin usai berdoa, lantaran cemas dikaitkan dengan jargon ‘AMIN’-nya. Hal ini dikatakan Anies ketika bersua dengan Ustadz Abdul Somad [UAS], 14 Desember 2023.
Pertemuan santai tersebut sekaligus menghimpun deklarasi dukungan UAS untuk paslon nomor urut 1. Awalya UAS mengatakan bahwa belakangan pelaksanaan sholat di beberapa kantor tak lagi mengucapkan ‘aamiin’ setelah al-fatihah.
“Sekarang di beberapa kantor, itu sudah takut bilang aamiin,” ujar UAS, dilihat di kanal YouTube UAS, Rabu 20 Desember 2023. “Dan saya juga baru sadar tadi pagi ternyata acara debat tadi malam itu tidak lagi berdoa, (tapi) mengheningkan cipta. Kenapa jadi tidak ada doa? Saya juga baru sadarnya pagi. Tadi malam itu cuma ketika mengheningkan cipta, kita diam semua, doa, tumben doanya diam,” timpal Anies.
Selain soal kata ‘Aamiin”, UAS juga berkelakar soal gesture telunjuk ketika duduk tasyahud. Dai kondang ini menyampaikan kini gerakannya diganti dari mengacungkan hanya jari telunjuk menjadi kepalan tangan. Pasalnya, jika pakai telunjuk saja, maka bisa sekaligus merujuk pada paslon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar [AMIN].
“Jangan-jangan tasyahud sekarang begini aja [mengepalkan tangan] semua,” ujar UAS, disambut tawa lepas Anies dan hadirin yang hadir di acara. “Masa tasyahud tangannya keluar [angka] dua begini [menunjukkan gesture ‘damai’ dua jari]. Tasyahud [jarinya] satu lah, mau gimana kita,” timpal Anies lagi.
Anehnya tingkah Anies bersama UAS ini tak dipersoalkan sama sekali. Belakangan, setelah Zulhas dipersoalkan, barulah muncul laporan penggunaan akronim AMIN oleh kubu pasangan nomor urut 1 yang dilayangkan Forum Aktivis Aktivis Dakwah Kampus Indonesia ke Bareskrim.
Menghadapi situasi seperti ini, kita memang harus adil sejak dalam pikiran. Seperti diungkap Pramoedya Ananta Toer. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,” ujar Pram di dalam buku ‘Bumi Manusia’ yang ia tulis di tahun 1975.
Ungkapan seperti ini mesti sering-sering kita ingat, agar bisa menginspirasi sekaligus menampar sanubari. Karena ketidakadilan intelektual nyatanya lebih sering dipertontonkan kaum yang menyebut dirinya terpelajar. Buktinya dalam kasus Zulhas.
Terlihat dengan sangat jelas, ada gradasi intelektual yang dimaknai sebagai hirarki kebenaran yang sangat memuakkan. Dalam situasi politik yang sudah mulai memanas jelang Pilpres 2024, bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok politik tertentu. Seperti pernah terjadi dalam Pilkada DKI, tahun 2017.
Saat menyampaikan rasa heran soal kasus zulhas ini kepada seorang kerabat, saya disindir dengan perkataan, “kelakar zulhas soal tahiyat dianggap ngawur, karena keluar dari mulut seorang Ketum partai koalisi penguasa.” Jika itu keluar dari mulut orang biasa seperti kita, maka kelakar itu akan biasa-biasa saja. Saya selintas mengaminkan.
Namun, setelah melihat konten podcast Uas bersama Anies Baswedan, muncul pula pertanyaan publik. Kenapa lelucon yang disampaikan ulama terkenal dan calon presiden di Pilpres 2024 yang sebentar lagi kita hadapi sama sekali tidak dipersoalkan.
Penting untuk memosisikan adanya situasi yang sama dan setara antara tiap-tiap orang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan lainnya. seperti dikatakan John Rawls. Jangan sampai karena menganggap masyarakat berada dalam selubung ketidaktahuan [veil of ignorance], lalu kita merasa bebas memposisikan seseorang.
Jika tak bisa memposisikan orang secara lebih adil, maka akan sangat baik jika dibuat saja kesepakatan antara satu pihak dengan pihak lain secara seimbang. Bahwa dalam situasi genting seperti saat ini, klaim apa pun soal penistaan agama menjadi tidak bebas nilai. Artinya kita abaikan saja untuk sementara. Biarkan lewat sambil lalu.