Dalam debat ketiga Calon Presiden Pemilu 2024 mengenai strategi pertahanan Indonesia, keputusan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk mengakuisisi 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar telah memicu berbagai perdebatan.
Meskipun kritik dari lawan politik mengemuka dalam debat tersebut, pandangan Prabowo terhadap masalah ini mengungkapkan pendekatan yang strategis dan bijaksana. Apa yang dilakukan di Kementerian Pertahanan menunjukkan nyali Prabowo dalam memilih alutsista yang tidak terlepas dari kepentingan negara-negara besar.
Pertama, Prabowo menempatkan Keberlanjutan Penggunaan di Atas Soal Baru Atau Bekas. Penekanan Prabowo pada masa pakai operasional aset militer daripada status baru atau bekas mencerminkan perspektif yang praktis. Fokus pada masa pakai 25-30 tahun, yang diilustrasikan oleh contoh Mirage 2005 dengan usia akuisisi yang direncanakan selama 15 tahun, menunjukkan komitmen untuk memaksimalkan utilitas anggaran pertahanan.
Kedua, Strategi Pertahanan yang Efisien.
Prabowo mengakui proses yang memakan waktu dalam mendapatkan peralatan baru, Prabowo berpendapat bahwa membeli peralatan militer bekas merupakan pilihan yang lebih cepat. Dengan menyoroti waktu tiga hingga tujuh tahun yang dibutuhkan bagi peralatan baru untuk menjadi operasional, ia menyarankan bahwa memilih aset yang sudah ada dan terawat baik akan memperkuat kemampuan pertahanan negara dengan lebih tepat waktu.
Ketiga, Mengadopsi Kemajuan Teknologi.
Bertentangan dengan anggapan bahwa memperoleh peralatan bekas berarti inferior secara teknologis, Prabowo menekankan relevansi aset yang sudah ada dengan menunjukkan kemampuan modern yang dimilikinya. Pendekatan ini sejalan dengan ide bahwa kemajuan teknologi dapat diintegrasikan secara efektif ke dalam peralatan militer yang sudah ada, memberikan cara yang efisien biaya untuk tetap mempertahankan keunggulan teknologis.
Keempat, Preseden Sejarah dan Praktik Internasional. Prabowo menarik paralel dengan contoh sejarah, mengutip penggunaan peralatan militer bekas oleh Presiden Sukarno selama konflik Irian Barat. Selain itu, klaimnya bahwa hampir 50% aset militer di seluruh dunia bersifat bekas menekankan penerimaan global dan efektivitas praktik-proaktik pengadaan semacam itu.
Kelima, Evaluasi Komprehensif terhadap Kualitas. Jaminan Prabowo bahwa Kementerian Pertahanan akan mengevaluasi secara menyeluruh kualitas, jam terbang, dan kondisi keseluruhan pesawat Mirage 2000-5 menunjukkan komitmen untuk memastikan bahwa aset yang diakuisisi memenuhi standar yang dibutuhkan. Pendekatan yang teliti ini sejalan dengan tujuan memberikan peralatan terbaik bagi angkatan bersenjata Indonesia.
Jadi, strategi akuisisi alutsista pertahanan yang dilakukan dan akan dilanjutkan oleh Prabowo menunjukkan pemahaman pragmatis terhadap pembatasan anggaran dan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kemampuan militer Indonesia. Meskipun menghadapi kritik, penekanannya pada keberlanjutan penggunaan, kecepatan, dan adaptabilitas terhadap kemajuan teknologi menyajikan perspektif yang nuansa yang pantas dipertimbangkan dalam diskusi terus-menerus mengenai kebijakan pertahanan Indonesia.
