Dalam konteks diskusi mengenai alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan prioritas pengeluaran publik, dua tokoh utama, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, menawarkan pandangan yang kontras. Perbedaan ini menggambarkan divergensi dalam pemahaman mereka terkait alutsista dan penekanan pada sektor-sektor tertentu dalam alokasi anggaran publik.
Pandangan Muhaimin Iskandar: Prioritas pada Penguatan Pertanian
Muhaimin Iskandar, Calon Wakil Presiden nomor urut 1, menyoroti pengeluaran fantastis pemerintah pada alat pertahanan. Menurutnya, ada skala prioritas yang seharusnya ditempuh, di mana fokus utama adalah pada penguatan sektor pertanian. Gus Imin mengkritik kebijakan belanja alat pertahanan dalam situasi damai, lebih memilih memprioritaskan utang untuk membeli alat pertanian yang dianggap lebih mendesak.
Pandangan Gus Imin menekankan bahwa pertahanan sejati adalah pangan. Menurutnya, tanpa keberlanjutan dalam sektor pertanian, segala bentuk pertahanan akan menjadi tidak mungkin. Pilihan belanja yang dirasakan sebagai lebih memberatkan rakyat menjadi fokusnya, mencerminkan keseriusan untuk menyelesaikan masalah yang nyata dan dirasakan oleh masyarakat.
Pandangan Anies Baswedan: Kritik Terhadap Pengadaan Alutsista Bekas
Anies Baswedan, Calon Presiden nomor urut 1, menyoroti kebijakan Kementerian Pertahanan yang membeli alutsista bekas. Dalam konteks ini, Anies mengkritik tidak hanya kebijakan pengadaan, tetapi juga kegagalan Kemenhan dalam menjaga keamanan siber. Ironisnya, anggaran fantastis sebesar Rp 700 triliun tidak bisa digunakan untuk mengantisipasi serangan hacker.
Anies menyoroti paradoks di mana Kemenhan memilih membeli alutsista bekas sementara banyak prajurit TNI belum memiliki rumah dinas. Kritiknya mencerminkan keprihatinan akan alokasi anggaran yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan nyata dan urgensi saat ini.
Evaluasi Perspektif: Alokasi Dana dan Prioritas Strategis
Perbedaan pandangan Anies dan Muhaimin menciptakan narasi kontras dalam diskusi mengenai pertahanan dan pengeluaran publik. Anies menyoroti ketidakmampuan Kemenhan dalam pengadaan dan keamanan siber, sementara Muhaimin lebih menekankan urgensi penguatan sektor pertanian. Dalam pemilihan pemimpin, pertimbangan ini memunculkan pertanyaan tentang alokasi dana dan prioritas strategis untuk memenuhi kebutuhan nyata dan mendesak masyarakat. Dengan berbagai kompleksitas tantangan, pemilihan pemimpin yang mampu menyelaraskan visi dan kebijakan dengan kebutuhan rakyat menjadi krusial.
Menurutnya, ada skala prioritas yang mesti dilakukan pemerintah, salah satunya fokus pada penguatan sektor pertanian dibanding belanja alat pertahanan dalam situasi damai.
“Lebih baik utang beli alat pertanian, kita ini enggak perang tapi kenapa banyak beli alat perang, ini kan jadi tanda tanya besar,” katanya saat ditemui di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (3/1/2024).
Gus Imin mengatakan pertahanan yang sesungguhnya adalah pangan. Dia menyebut jika pangan tidak selesai, maka pertahanan bentuk apa pun tidak akan bisa terjadi.
“Pertahanan yang sesungguhnya adalah pangan, negara wajib hadir untuk masyarakat terutama petani karena mereka (petani) adalah pejuang,” ujarnya.
Soal pembelian alat pertahanan dengan anggaran yang fantastis, Gus Imin menegaskan pasangan Amin lebih memilih mewujudkan sesuatu yang dirasa berat oleh rakyat.
“Kita mau mengatasi sesuatu yang dirasa berat untuk rakyat bukan mimpi yang tidak jelas,” tuturnya.
Tak hanya itu, Gus Imin juga menyinggung soal mafia dan oknum pemerintah yang kerap melakukan impor.
Calon presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan menyinggung pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas yang dibeli Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pimpinan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Hal ini disampaikan Anies saat memaparkan visi dan misi dalam debat ketiga pemilihan presiden (pilpres) 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024) malam.
Awalnya, Anies menyinggung Kemenhan menjadi salah satu kementerian yang berhasil dibobol oleh hacker.
Padahal, kata dia, Kemenhan mempunyai anggaran fantastis yakni mencapai Rp 700 triliun, namun tak bisa digunakan untuk mengantisipasi serangan hacker.
“Ironisnya Kementerian Pertahanan menjadi kementerian yang dibobol oleh hacker 2023, sebuah ironi. Karena itu kami ingin mengembalikan dan Rp 700 triliun anggaran Kementerian Pertahanan tidak bisa mempertahankan itu,” kata Anies.
Dari anggaran sebesar itu, Anies juga heran mengapa Kemenhan justru membeli alutsista bekas.
Terlebih, rencana pembelian ini terjadi ketika setengah dari total prajurit TNI hingga kini belum mempunyai rumah dinas.
“Justru digunakan untuk membeli alutsista yang bekas di saat tentara kita lebih dari separuh tidak memiliki rumah dinas,” imbuh dia