TiDAK HANYA jalan tol, pembangunan bendungan di Indonesia telah menjadi fokus utama, terutama di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mencatat pembangunan 36 bendungan hingga tahun 2022, tampaknya ada peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan masa pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Salah satu aspek penting dari pembangunan bendungan adalah kontribusinya terhadap ketahanan pangan. Bendungan menyediakan sumber air yang vital untuk sektor pertanian melalui irigasi, yang mendukung peningkatan produktivitas dan keberlanjutan produksi pangan. Namun, dalam mengkaji urgensi pembangunan bendungan, perlu diperhatikan juga isu perubahan iklim yang semakin mempengaruhi Indonesia.
Pengaruh Perubahan Iklim dan Urgensi Bendungan
Perubahan iklim telah membawa dampak serius pada pola cuaca dan ketersediaan air di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Fenomena cuaca ekstrem seperti musim kemarau yang lebih panjang dan intens, serta hujan lebat yang tidak terduga, telah menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan pertanian dan ketahanan pangan.
Dalam konteks ini, pembangunan bendungan menjadi semakin urgen. Bendungan bukan hanya menyimpan air untuk keperluan irigasi, tetapi juga memberikan mekanisme pengelolaan air yang lebih efisien. Dengan menyimpan air selama musim hujan, bendungan dapat menjadi sumber cadangan selama musim kemarau, membantu petani dan masyarakat di wilayah terdampak perubahan iklim.
Pengelolaan Air yang Bijak dan Pemulihan Ekosistem
Efisiensi penggunaan sumber daya air menjadi krusial dalam menghadapi perubahan iklim. Pembangunan bendungan dapat memungkinkan pengelolaan air yang lebih bijak melalui penjadwalan penggunaan air, distribusi yang lebih merata, dan pencegahan kekeringan. Selain itu, bendungan dapat berperan dalam pemulihan ekosistem sungai dan danau yang mungkin terdampak oleh perubahan iklim.
Salah satu contoh konkret terkait pengelolaan air yang bijak dan pemulihan ekosistem dapat ditemukan dalam upaya pemulihan Ekosistem Bendungan Citarum di Indonesia. Bendungan Citarum, yang terletak di Provinsi Jawa Barat, adalah salah satu sumber air utama untuk sejumlah sektor, termasuk pertanian dan pasokan air bagi wilayah sekitarnya.
Program pemulihan ekosistem Bendungan Citarum dimulai dengan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat lokal. Melalui berbagai kegiatan sosial, penduduk sekitar dan pihak terkait diajak berpartisipasi dalam menjaga kebersihan dan kesehatan ekosistem sungai dan danau.
Upaya signifikan dilakukan untuk mengendalikan pencemaran air yang berasal dari limbah industri dan domestik. Pemerintah setempat berkolaborasi dengan perusahaan dan komunitas untuk menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan dan sistem pengelolaan limbah yang lebih baik.
Langkah-langkah pencegahan erosinya juga diambil serius. Penanaman pohon di daerah aliran sungai dan implementasi teknik konservasi tanah membantu mengurangi erosi, yang dapat mempengaruhi kualitas air dan keberlanjutan ekosistem.
Untuk memastikan distribusi air yang merata dan cadangan selama musim kemarau, pembangunan waduk sampingan dilakukan. Hal ini membantu mengoptimalkan penggunaan air, mengurangi risiko kekeringan, dan mendukung pertanian lokal.
Program ini tidak hanya berfokus pada bendungan itu sendiri, tetapi juga pada seluruh ekosistem sekitarnya. Ini mencakup pengelolaan lahan, pelestarian vegetasi, dan pemulihan habitat alami untuk mendukung keberagaman hayati dan keseimbangan ekosistem.
Melalui langkah-langkah konkret seperti ini, program pemulihan ekosistem Bendungan Citarum tidak hanya meningkatkan kualitas air dan keberlanjutan bendungan, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal untuk berkontribusi pada pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan. Pendekatan ini mencerminkan pentingnya integrasi upaya pemulihan ekosistem dengan pengelolaan air yang bijak sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim dan tantangan lingkungan lainnya.
Energi Terbarukan dan Pengurangan Emisi
Pembangunan bendungan tidak hanya mengatasi isu ketahanan pangan, tetapi juga berpotensi sebagai sumber energi terbarukan. Dengan memanfaatkan energi hidroelektrik, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil, berkontribusi pada upaya global mengurangi emisi gas rumah kaca.
Meskipun pentingnya pembangunan bendungan dalam menghadapi perubahan iklim, tantangan tetap ada. Perencanaan yang cermat, manajemen yang efektif, serta keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya air menjadi kunci kesuksesan. Pengawasan terhadap dampak lingkungan dan sosial pembangunan bendungan juga perlu diperhatikan.
Pembangunan bendungan di Indonesia tidak hanya mencerminkan komitmen terhadap ketahanan pangan, tetapi juga merespons urgensi dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan memanfaatkan infrastruktur ini secara bijak, Indonesia dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air, menyediakan energi terbarukan, dan melindungi masyarakat dari dampak ekstrim perubahan iklim. Dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan ini, pembangunan bendungan menjadi langkah penting menuju keberlanjutan dan ketahanan nasional.
Menurut data dari BPS Provinsi NTT produksi padi di NTT pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 756,05 ribu ton gabah kering giling (GKG), naik sekitar 44,99 ribu ton (6,33 persen) dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 711,06 ribu ton GKG. Kenaikan produksi padi ini sebagian besar disumbang oleh kabupaten-kabupaten yang memiliki bendungan, seperti Kupang, Timor Tengah Utara, Belu, Sikka, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, Manggarai Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Nagekeo, Manggarai Timur, dan Malaka.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa tujuan utama dari pembangunan bendungan di NTT adalah untuk mendukung strategi kedaulatan pangan nasional. Salah satu contoh bendungan yang diharapkan dapat meningkatkan produksi padi adalah Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo, yang mulai dibangun sejak akhir 2021 dan diharapkan selesai pada akhir 2024. Bendungan ini memiliki kapasitas tampung air sebesar 51 juta meter kubik dan akan mengairi sekitar 6.100 hektare lahan sawah. Presiden Jokowi menargetkan produksi beras di Kabupaten Nagekeo dapat naik hingga 2,5 kali lipat setelah Bendungan Mbay beroperasi.