Perang gimik para Capres dan Cawapres lumrah saja. Namun perang gagasan jauh lebih penting. Dengan isi kepalanya seorang pemimpin nasional akan mengambil keputusan dan langkah strategis mengatasi persoalan. Maka jelang Debat putaran Kelima Pilpres 2024, kita perlu mendorong adu gagasan terus berlangsung di panggung utama politik elektoral. Alih-alih terbawa arus debat kusir minim substansi.
Dan kali ini kita akan menggali persoalan mendasar yang masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Dan persoalan itu menyangkut kualitas SDM. Perbincangan ini kita mulai dari tahap paling awal dalam tumbuh kembang anak. Kali lain kita tentu bakal bahas soal pendidikan dimana sekira setengah populasi Indonesia hanya lulusan SMP atau jenjang di bawahnya.
Salah satu modal utama menjadi negara maju adalah kualitas SDM. Baik secara fisik maupun mental. Yang sehat dan cerdas. Sehingga mampu melakukan berbagai jenis pekerjaan dan aktivitas dengan baik. Dan pada awal tumbuh kembang seorang anak manusia ada masa-masa paling penting yang menjadi fondasi bagi perkembangan selanjutnya.
Di negara-negara maju dan makmur, angka kekurangan gizi relatif rendah. Bagi negara berkembang tentu harus berjuang agar SDM yang dimiliki memiliki kualitas yang unggul. Tidak mungkin menunggu menjadi negara makmur terlebih dahulu. Terutama dalam upaya menekan angka stunting.
Stunting, atau kekurangan gizi pada bayi dalam 1000 hari pertama kehidupan, telah menjadi perhatian utama di Indonesia. Stunting dapat menyebabkan hambatan perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kesehatan, tetapi juga berdampak pada perekonomian, dengan potensi kerugian hingga 2-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Hal yang sangat penting dipertimbanglan adalah stunting bersifat irreversible sehingga tidak dapat diperbaiki, terutama setelah anak mencapai usia dua tahun. Ciri-ciri anak mengalami stunting antara lain tumbuh kembangnya lambat, wajah tampak lebih muda dari anak seusianya, berat badan tidak naik bahkan akan cenderung menurun.
Ciri lainnya tampak pada kemampuan fokus dan memori belajarnya tidak baik, cenderung lebih pendiam. Secara fisik fase pertumbuhan gigi pada anak yang mengalami stunting akan melambat.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan program percepatan penurunan stunting sebagai prioritas nasional. Program ini mencakup berbagai upaya, mulai dari pengawalan calon pengantin, ibu hamil, hingga pasca persalinan, serta fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dianggap sebagai masa kritis dalam tumbuh kembang anak.
Kolaborasi berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta, dianggap penting dalam upaya pencegahan stunting. Selain itu, edukasi mengenai gizi dan perawatan anak, pelayanan kesehatan yang terintegrasi, serta pemantauan perkembangan anak secara berkala juga menjadi bagian dari strategi penanggulangan stunting. Melalui upaya-upaya ini, diharapkan dapat tercapai penurunan angka stunting yang signifikan di Indonesia.
Sekarang kita lihat data yang menunjukkan bahwa 18 provinsi di Indonesia memiliki prevalensi stunting antara 30-40%. Angka ini tergolong tinggi. Sementara berdasar riset sehatnegeriku.kemkes.go.id, prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2023 adalah 21,6%. Angka ini turun dari tahun 2022 yang berada di angka 24,4%.
Data itu masih belum memenuhi target yang diharapkan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan angka stunting pada tahun 2023 turun 4% menjadi 17%. Target prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2024 adalah 14%.
Target ini akan sulit tercapai karena pemerintah harus menurunkan prevalensi stunting sebesar 7,6 persen poin hingga akhir tahun 2024. Sejak tahun 2018 sampai 2022, rata-rata penurunan prevalensi stunting hanya 2,3 persen poin per tahun.
Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp30 triliun untuk mendukung program percepatan penurunan stunting pada tahun 2023. Pendek kata program percepatan penurunan stunting sebagai program paling prioritas dalam membangun manusia Indonesia yang lebih baik. Upaya penanggulangan stunting memerlukan kolaborasi dan kemitraan antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta.
Dengan adanya fokus dan upaya yang komprehensif dalam menangani stunting, diharapkan dapat tercapai penurunan angka stunting yang signifikan di Indonesia.