Usulan hak angket terkait pemilu 2024 mengarah pada penyelidikan dugaan kecurangan pemilu dan penyalahgunaan kewenangan Presiden dalam proses pemilu. Beberapa pihak, seperti Ganjar Pranowo, mendorong penggunaan hak angket untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu terkait dugaan kecurangan.
Meskipun demikian, ada pandangan bahwa hak angket sebaiknya difokuskan pada penyalahgunaan wewenang presiden selama proses pemilu, bukan hanya terkait kecurangan pemilu, karena jalur untuk menggugat kecurangan pemilu sudah ada di Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi. Dukungan dari masyarakat sipil juga diharapkan dapat membantu memulihkan legitimasi pemilu
Dengan kata lain, publik memahami bahwa angket adalah hak politik DPR. Yang berperan partai politik. Sementara gugatan kecurangan pemilu adalah bagian dari proses hukum yang akan bermuara ke Bawaslu dan MK.
Meskipun ada kekhawatiran tentang kecurangan, kesadaran masyarakat terhadap isu ini tampaknya belum muncul secara luas. Masyarakat kini lebih fokus pada tantangan hidup sehari-hari, seperti kenaikan biaya hidup dan harga bahan pokok. Ini menunjukkan bahwa hak angket, interpelasi maupun hak menyatakan pendapat, mungkin tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap hasil pemilu 2024.
Beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa hak angket diperlukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu. Mereka mungkin percaya bahwa hak angket memberikan kesempatan bagi lembaga legislatif untuk menyelidiki dugaan pelanggaran atau ketidakberesan dalam proses pemilu, sehingga dapat meningkatkan integritas demokrasi.
Di sisi lain, ada yang mungkin khawatir bahwa hak angket bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu. Mereka mungkin berpendapat bahwa penyalahgunaan hak angket dapat mengganggu proses demokratis dan bahkan mengancam stabilitas politik suatu negara.
Hak angket adalah hak yang dimiliki DPR untuk mengadakan penyelidikan terhadap suatu masalah yang dianggap penting dan mendesak. Namun, hak angket tidak dapat digunakan untuk menggugat kecurangan pemilu. Meskipun demikian, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dapat memulihkan kepercayaan publik dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait isu kecurangan pemilu
Berdasarkan Pasal 199, Pasal 200, dan Pasal 201 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014, hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi, dengan dokumen yang memuat materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan. Usul ini harus mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri oleh lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR dan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR yang hadir. Proses ini menunjukkan pentingnya koordinasi dan konsensus antara anggota DPR untuk memulai proses hak angket.
Banyak yang setuju bahwa jika hak angket digunakan, maka prosedurnya harus jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Ini termasuk memberikan hak yang sama kepada semua pihak yang terlibat, memastikan transparansi dalam proses penyelidikan, dan menggunakan hasil penyelidikan untuk perbaikan yang konstruktif dalam sistem pemilu.
Beberapa orang mungkin melihat hak angket sebagai bagian dari upaya reformasi untuk meningkatkan sistem pemilu. Mereka mungkin berpendapat bahwa investigasi yang dilakukan melalui hak angket dapat mengidentifikasi kelemahan dalam sistem yang perlu diperbaiki demi menjaga integritas dan legitimasi pemilu.
Setiap opini ini memiliki pertimbangan dan argumen yang berbeda, dan penting untuk mempertimbangkan perspektif yang beragam dalam menyusun kebijakan terkait dengan hak angket dalam konteks penyelenggaraan pemilu.
Secara keseluruhan, arah hak angket terkait pilpres 2024 di Indonesia mencerminkan kekuatan masyarakat yang masih terbatas dalam menghadapi isu kecurangan pemilu dan pentingnya koordinasi dan persetujuan antara anggota DPR dalam menginisiasi proses hak angket.
