Poin penting :
- Kerjasama Telkom dan Starlink dalam Skema B2B: Kerjasama ini bersifat business-to-business (B2B), di mana Starlink melayani operator seluler dan penyedia layanan internet lokal, bukan langsung kepada konsumen. Hal ini memastikan bahwa dampak kompetisi langsung terhadap layanan konsumen Telkom, seperti IndiHome, tidak signifikan.
- Perbedaan Segmen Pasar dan Tarif: Starlink menawarkan layanan dengan kecepatan tinggi yang menyasar segmen pasar premium dengan harga mulai dari Rp750 ribu hingga Rp4,345 juta per bulan. Di sisi lain, layanan Telkom seperti IndiHome lebih ekonomis dan menyasar konsumen umum yang tidak membutuhkan kecepatan internet setinggi yang ditawarkan oleh Starlink.
- Teknologi dan Kapasitas Satelit: Satelit Merah Putih 2 milik Telkom menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) di orbit Geostasioner (GEO), yang andal dalam kondisi cuaca buruk dan menawarkan kapasitas data hingga 32 Gbps. Sebaliknya, Starlink menggunakan satelit di orbit Low Earth Orbit (LEO) dengan latensi lebih rendah, namun lebih rentan terhadap gangguan cuaca dan obstruksi fisik seperti rumah atau pepohonan.
PADA Mei 2023, perusahaan internet satelit milik Elon Musk, Starlink, memulai penjualannya di Ibu Kota Nusantara (IKN). Meskipun demikian, Telkom Indonesia telah menjalin kerja sama dengan Starlink sebelumnya, dengan Telkom memiliki sembilan stasiun bumi sebagai gateway akses internet ke satelit Starlink.
Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN, menyatakan bahwa kerjasama antara Telkom dan Starlink mencakup penggunaan layanan satelit Starlink untuk kebutuhan kapal-kapal yang selama ini dilayani Telkomsel. Skema kerjasama ini bersifat business-to-business (B2B), yang artinya Starlink lebih banyak melayani operator seluler dan penyedia layanan internet lokal daripada konsumen langsung. Dengan demikian, dampak kompetisi langsung dengan layanan konsumen Telkom, seperti IndiHome, dianggap tidak signifikan.
Bogi Witjaksono, Direktur Wholesale & International Service Telkom, menjelaskan bahwa tarif Starlink cukup tinggi dibandingkan dengan layanan Telkom. Hal ini membuat segmen pasar keduanya berbeda. Starlink menawarkan paket layanan personal dan bisnis dengan harga mulai dari Rp750 ribu hingga Rp4,345 juta per bulan, tergantung pada jenis dan kuota layanan. Sementara itu, Telkom menilai bahwa Starlink lebih sesuai untuk pasar yang membutuhkan kecepatan internet tinggi, sedangkan layanan Telkom seperti IndiHome lebih ekonomis untuk konsumen umum.
Telkom melalui Telkomsat meluncurkan Satelit Merah Putih 2 pada Februari 2024. Satelit ini berada di orbit Geostasioner (GEO) dengan jarak sekitar 36 ribu km dari permukaan bumi, berbeda dengan Starlink yang menggunakan orbit Low Earth Orbit (LEO) dengan ketinggian sekitar 1.000 km. Perbedaan utama antara kedua orbit ini adalah latensi, di mana LEO menawarkan latensi lebih rendah dibandingkan GEO.
Kecepatan internet Starlink, menurut data Ookla pada September 2023, dapat mencapai 122 Mbps di Swiss. Starlink, dengan teknologi LEO, menyasar pengguna yang membutuhkan kecepatan di atas 100 Mbps, sementara Satelit Merah Putih 2 menyasar pengguna dengan kebutuhan di bawah 100 Mbps dengan biaya yang lebih terjangkau.
Satelit Merah Putih 2 menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) yang memiliki desain cakupan area kecil namun banyak (multi-spots beam), memungkinkan penggunaan frekuensi berulang dan meningkatkan kapasitas data hingga 32 Gbps. Satelit ini diharapkan menjadi andal di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi, karena menggunakan frekuensi C-Band yang tahan terhadap gangguan cuaca.
Di sisi lain, satelit Starlink beroperasi pada pita Ku, Ka, dan V, yang memiliki kecenderungan lebih buruk dalam kondisi cuaca buruk. Sinyal Starlink juga dapat terblokir oleh benda padat seperti rumah atau pepohonan.
Pasar satelit LEO diprediksi mencapai US$284,39 miliar pada 2029 dengan pertumbuhan tahunan sekitar 10,35%. Starlink sendiri telah menguasai 64,33% pasar LEO global dan hadir di 53 negara, dengan produksi sekitar 120 satelit setiap bulannya. Sementara itu, pasar satelit GEO juga memiliki prospek besar dengan teknologi yang telah terbukti dan cakupan yang luas.
Jadi, meskipun Starlink menawarkan kecepatan internet lebih tinggi dengan latensi rendah, Telkom melalui Satelit Merah Putih 2 menawarkan layanan yang lebih ekonomis dan andal dalam kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Kerjasama Telkom dengan Starlink lebih berfokus pada layanan B2B, yang memungkinkan kedua perusahaan ini berjalan beriringan dalam pasar yang berbeda tanpa saling mengganggu secara signifikan.
____
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga bicara soal perusahaan internet satelit milik Elon Musk, Starlink yang akan memulai penjualannya pada bulan Mei 2023 di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Arya mengungkapkan, saat ini PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) ternyata sudah menjalin kerja sama dengan Starlink. Bahkan, Telkom sudah memiliki 9 stasiun bumi sebagai gateway akses internet ke satelit Starlink.
“Sekarang ini kita ada kerjasama dengan Starlink ya. Bahkan kita untuk Telkomsel itu untuk di kapal-kapal justru sekarang kita kerjasama dengan Starlink. Jadi ini adalah kolaborasi antara Telkom, Telkomsel,” ujarnya dalam acara CNBC Indonesia, Jumat (19/4).
Arya menjelaskan, kerjasama antara Starlink dan grup Tekom saat ini merupakan skema bisnis.
“Memang betul ada B2C-nya. Tapi kalau dari sisi B2C kan harga Starlink cukup mahal. Jadi kalau untuk konsumen biasa sih itu akan tidak efisien. Pasti pilihannya tetap ke Telkomsel atau ke yang lainnya. Sehingga dampak ke kita sih tidak begitu besar. Karena dia lebih banyak ke B2B,” jelasnya.
Arya menekankan, dengan skema kerjasama B to B tidak akan berpengaruh besar pada persaingan bisnis. “Jadi tidak ada sesuatu yang akan terpengaruh besar lah gitu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Wholesale & International Service, Telkom, Bogi Witjaksono mengungkapkan bahwa SpaceX sudah masuk ke Indonesia melalui Starlink. Namun, kehadiran Starlink bukan untuk melayani langsung konsumen.
Starlink kini sudah digunakan untuk akses internet melalui operator seluler dan penyedia layanan internet yang ada di Indonesia.
“SpaceX sudah masuk, tidak layanan ke pelanggan. Ke kami, para operator, ke ISP-ISP,” katanya di sela acara BATIC 2023.
Bogi mengatakan bahwa Telkom sudah punya stasiun bumi untuk gerbang akses internet Starlink yang tersebar di 9 titik di penjuru Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa perangkat Starlink menyediakan akses internet cepat ke perusahaan penyedia jaringan internet lokal, yang kemudian disediakan ke penduduk Indonesia.
“Kami sudah membangun 9 gateway, gateway yang sudah ada di Indonesia, sudah di Telkomsel,” kata Bogi.
PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) mengaku tak takut akan kalah saing dengan kehadiran Starlink, penyedia layanan internet berbasis satelit, di Tanah Air.
Direktur Wholesale & International Service Telkom Bogi Witjaksono menilai value atau tarif Starlink dan Telkom dalam hal ini IndiHome berbeda cukup jauh. Oleh karena itu, tentu segmennya pun bakal berbeda.
“Untuk Starlink nanti dalam hal ini tak khawatir karena memang value-nya berbeda dengan seluler maupun IndiHome,” katanya konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta, Jumat (3/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bogi menilai tarif dari Starlink cukup tinggi. Hal ini berbeda dengan layanan Telkom.
ADVERTISEMENT
“Starlink dari segi harga pun kalau dilihat di website disparitasnya cukup lumayan. Sehingga ini value komposisinya berbeda,” kata dia.
Belakangan, Starlink sudah mendapat semua izin operasi di Indonesia, termasuk lolos Uji Laik Operasi (ULO). Meskipun, perusahaan masih akan diuji kebenaran klaim kemampuannya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada pertengahan Mei.
Perusahaan besutan Elon Musk itu pun sudah memasang banderol harga untuk layanan-layanan yang ditawarkan di situsnya.
Terdapat dua opsi paket layanan yang diberikan Starlink, yakni personal dan bisnis.
Masing-masing opsi terbagi menjadi tiga kategori paket, yakni residensial atau lokasi tetap, jelajah atau mobilitas darat, dan kapal atau mobilitas di laut.
Berikut harga paket Starlink per bulan:
Personal
– Residensial: mulai Rp750 ribu
– Jelajah (nomad): mulai Rp990 ribu
– Kapal: mulai Rp4,345 juta
Bisnis
– Lokasi tetap: mulai dari Rp1,1 juta untuk 40GB
– Mobilitas darat: mulai dari Rp4,345 juta untuk 50GB
– Maritim: mulai dari Rp4,345 juta untuk 50GB
Telkom Indonesia melalui anak usaha Telkomsat meluncurkan Satelit Merah Putih 2 di Cape Canaveral, Florida pada Selasa (20/2) pukul 15.11 waktu setempat atau Rabu (21/2) pukul 03.11 WIB. Apa bedanya dengan Starlink milik Elon Musk? Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, Satelit Merah Putih 2 berada pada orbit Geostasioner Earth Orbit alias GEO. Jaraknya sekitar 36 ribu dari atas permukaan laut. Sementara itu, Starlink milik Elon Musk berada pada orbit Low Earth Orbit atau LEO yang jaraknya lebih dekat dengan bumi. “Jadi waktu tempuh atau latensi perjalanan signal GEO lebih lambat. Starlink lebih cepat,” kata Ririek dalam acara Press Conference Satelit Merah Putih 2, Rabu (21/2). Menurut data Ookla per September 2023, kecepatan internet Starlink bisa mencapai 122 Mbps di Swiss. Kecepatan internet satelit milik Elon Musk ini berbeda-beda di setiap wilayah. BACA JUGA Telkom Luncurkan Satelit Merah Putih 2, Saingi Starlink Elon Musk? Luncurkan Satelit Telkomsat Tahun Depan, Bos Telkom: Tahan Cuaca Daftar Lengkap Harga Internet Starlink, Telkomsel, XL, Tri, Indosat Oleh karena itu, Ririek menyampaikan bahwa segmen pasar Starlink yakni yang membutuhkan kecepatan internet di atas 100 Mbps. Sementara itu, Satelit Merah Putih 2 milik Telkom menyasar pelanggan yang berminat pada kecepatan internet di bahwa 100 Mbps dengan harga yang lebih murah. “Jadi Starlink itu lebih cepat secara umum, tapi lebih mahal,” ujar dia. “Nah yang level berikutnya itu Satelit Merah Putih. Jadi tergantung pelanggan mau yang mana?” Satelit Merah Putih 2 merupakan satelit ke-11 sekaligus pertama miliki Telkom Group yang menggunakan teknologi High Throughput Satellite alias HTS, yang juga dikenal dengan broadband satelit. Direktur Utama Telkomsat Lukman Hakim Abd Rauf menjelaskan, teknologi HTS merupakan teknologi dengan desain cakupan area di bumi yang berukuran kecil namun banyak alias multi-spots beam. Dengan begitu, satelit ini mampu menghasilkan kekuatan pancar satelit yang besar di suatu area yang dilingkupi beam. Kekuatan pancar satelit itu identik dengan besaran data yang mampu dikirim satelit ke lokasi tersebut. “Satelit broadband ini memungkinkan sumber daya frekuensi yang dapat digunakan berulang alias frequency reusable, sehingga berpotensi menaikkan jumlah kapasitas yang dimiliki satelit HTS,” kata Lukman. Lukman menjelaskan, secara desain coverage, Satelit Merah Putih 2 akan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Posisi letak satelit ini akan berada di atas Pulau Kalimantan. Satelit Starlink juga akan berada di Ibu Kota Nusantara yang berada di Kalimantan. “Dalam konteks koordinasi satelit dan dalam konteks demand yang kami sasar, kami batasi sampai dengan wilayah indonesia,” kata Lukman. Sebagai negara di kawasan khatulistiwa yang memiliki curah hujan tinggi, satelit ini diharapkan dapat menjadi satelit HTS atau broadband satellite paling andal (reliable) di Indonesia. Hal ini dikarenakan kombinasi kedua frekuensi yang dimiliki di mana frekuensi C-Band adalah frekuensi yang memiliki performa paling baik terhadap curah hujan. Dengan kapasitas hingga 32Gbps, Satelit Merah Putih 2 membawa transponder aktif frekuensi C-band dan Ku-band, yang akan menjangkau seluruh area Indonesia. Sementara itu, sambungan internet satelit LEO menggunakan frekuensi radio gelombang mikro, yang merambat dalam garis lurus sehingga tidak dapat bergerak melalui benda padat. “Dengan demikian, sinyal secara teoritis dapat diblokir oleh rumah atau pepohonan,” demikian isi laporan Starlink Insider. Dalam kasus Starlink, satelitnya beroperasi pada pita Ku (12 – 18 GHz), pita Ka (27 – 40 GHz), dan pita V (40 – 75 GHz). Semakin tinggi frekuensi sinyal yang diberikan, semakin buruk kecenderungan sinyal ini jika terjadi gangguan alam seperti hujan. Misalnya, molekul air di udara dapat mengganggu gelombang radio, sehingga menurunkan latensi dan berpotensi menyebabkan gangguan lebih lanjut. Oleh karena itu, performa Starlink akan sangat bergantung pada jenis kondisi cuaca memengaruhi lingkungan sekitar satelit.
Satelit orbit rendah (low earth orbit) Starlink milik Elon Musk disebut menjadi salah satu penantang bagi Satelit Merah Putih-2 Telkom (TLKM) dalam memberikan layanan kepada masyarakat Indonesia. Keduanya memiliki produk yang sama yaitu internet. Lantas, apa perbedaan Starlink dengan High Throughput Satellite (HTS) Telkom mengingat keduanya sama-sama memberikan layanan internet di pasar Indonesia? Merujuk pada laporan dgtlinfra, Senin (19/2/2024) satelit GEO adalah satelit yang terbang dengan ketinggian 36.000 kilometer di atas permukaan bumi. Karena letaknya yang tinggi, latensi untuk pelayanannya pun tinggi diperkirakan sekitar 700 milidetik. Adapun kelebihannya yaitu cakupan yang luas. Hanya butuh 3 satelit GEO untuk mencakup 99% dunia. BACA JUGA Dirut Telkom Ungkap Dampak Satelit ke-11 TLKM Merah Putih 2 Secara teknologi, satelit GEO telah terbukti dan telah banyak tersedia. Satelit ini memiliki masa usia pakai 15 tahun dengan permintaan data gateway yang sedikit. Ilustrasi satelit GEO Perbesar Sementara itum satelit LEO adalah satelit yang terbang dengan ketinggian di sekitar 1.000 kilometer. Satelit ini memiliki latensi yang sangat rendah yaitu 15 ms. Namun cakupannya kecil, butuh ribuat satelit untuk mencakup 100% populasi dunia. Masa pakai satelit ini pun hanya setengah dari GEO yaitu 7 tahun. BACA JUGA Telkomsel dan Bioskop Online Rilis Paket Bundling Rp5.500, Gratis 2,5 GB Dari sisi teknologi, satelit ini terbilang baru dan belum banyak negara yang menggunakan satelit ini. Dua perusahaan terkenal yang mengembangkan satelit LEO adalah OneWeb dan SpaceX dengan Starlinknya. Dalam perkembangannya, bisnis satelit orbit Bumi rendah (low earth orbit/LEO) SpaceX milik Elon Musk cukup laris di mata dunia, seiring dengan makin tumbuhnya permintaan global terhadap akses konektivitas internet berbasis Starlink. Menurut laporan dari Mordor Intelligence, SpaceX melalui satelit LEO, Starlink sudah menguasai 64,33% pasar satelit LEO global. BACA JUGA Starlink hingga Harga Layanan Jadi Tantangan Satelit Baru Telkom Merah Putih-2 Selain itu, Starlink juga sudah hadir di 53 negara dan memproduksi sekitar 120 satelit setiap bulannya. Adapun versi terbaru satelit Starlink memiliki berat 260 kilogram dengan ukuran yang hampir sama dengan meja. Dikutip dari Space, Elon Musk pun berambisi menempatkan sekitar 4.000 satelit di LEO. Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) telah memberikan izin pada SpaceX untuk menerbangkan 12.000 satelit Starlink. Selain itu, Starlink juga telah mengajukan dokumen ke regulator internasional untuk menerbangkan hingga 30.000 pesawat luar angkasa tambahan. Produksi yang cukup besar ini dikarenakan internet Starlink bekerja dengan mengirimkan informasi melalui ruang hampa, yang bergerak 47% lebih cepat daripada kabel serat optik. Pada November 2023, lebih dari 4500 satelit Starlink sudah meluncur di udara. Sekitar 65 satelit di antaranya memiliki massa lebih dari 1000 kg. Sementara untuk satelit ukuran sedang 500-1000 kg ada sekitar 250 satelit, dan sekitar 4000 satelit sisanya merupakan satelit kecil dengan berat kurang dari 500 kg. Hasil perhitungan kecepatan internet Starlink di Jerman Perbesar Menurut laporan yang sama, pangsa pasar dari satelit orbit rendah (low earth orbit/LEO) selama periode 2023-2029 diprediksi mencapai US$284,39 miliar atau sekitar Rp4.463 triliun dengan pertumbuhan tahunan (CAGR) hingga 10,35%. Adapun satelit GEO, juga memiliki pasar yang besar dan tidak dapat dianggap remeh. Terlebih teknologi satelit ini telah terbukti berhasil dan aman. ABI Research memperkirakan pasar satelit Asia yang khusus melayani sektor komunikasi diprediksi akan bernilai US$2,1 miliar atau sekitar Rp32,63 triliun pada 2028. Adapun pada saat itu, satelit diprediksi sudah digunakan lebih dari 1,8 juta pelanggan atau meningkat 20% dari 2023. Sementara itu, laporan Global Economy Space menyebutkan bahwa dari US$348 miliar pasar satelit di dunia, sebesar US$113 miliar disumbangkan dari penyedia layanan satelit seperti Telkom. Adapun perinciannya, pasar konsumer sebesar US$92,7 miliar, pasar korporasi sebesar US$17,7 miliar dan area remote sebesar US$2,9 miliar.
____
Bengkel Gamelan: Kolaborasi Telkom dan Gamelan dalam Mendorong Industri Gim Lokal Menuju Pasar Global
Poin penting :
- Telkom Indonesia melalui program Indigo dan komunitas Gamelan mengadakan workshop “Bengkel Gamelan: Action, Anime, Game” di Yogyakarta, diikuti oleh puluhan studio gim lokal.
- Indigo telah mendukung lebih dari 200 startup digital, termasuk 17 pengembang gim lokal, dengan memberikan fasilitas, pendampingan, dan pendanaan untuk mempercepat komersialisasi gim di pasar global.
- Komunitas Gamelan mendukung pengembang gim di Yogyakarta dengan menyediakan platform untuk berkumpul, berdiskusi, dan berkembang bersama, membantu mereka mengatasi tantangan dan mengembangkan keterampilan serta kreativitas.
TRADISI dan modernitas bertemu di belangan kebudayaan. Di tengah pesatnya perkembangan industri gim global, Telkom Indonesia melalui program Indigo dan komunitas Gamelan berkolaborasi untuk menggelar “Bengkel Gamelan: Action, Anime, Game”. Workshop ini, yang diikuti oleh puluhan studio gim di Yogyakarta, bertujuan untuk membekali para pengembang lokal dengan pengetahuan teknis dan non-teknis. Dengan menghadirkan praktisi berpengalaman dan menampilkan karya-karya gim yang inovatif, acara ini menjadi langkah konkret dalam memperkuat posisi Indonesia di panggung industri gim internasional.
Menghadirkan Mijil Pamungkas dari Rookie Studio sebagai pembicara, workshop ini tidak hanya memberikan pengetahuan teknis tetapi juga wawasan praktis tentang pembuatan musik untuk gim, terutama dalam genre anime yang tengah naik daun. Kehadiran Mijil, dengan pengalamannya dalam mengembangkan puluhan gim yang sukses di platform Steam, menjadi inspirasi besar bagi para peserta.
Acara ini juga memberikan ruang bagi studio-studio lokal untuk memamerkan gim yang sedang mereka kembangkan, sekaligus membuka sesi diskusi yang sangat bermanfaat. Langkah ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dan berbagi pengetahuan dalam mendorong inovasi dan kreativitas di kalangan pengembang gim lokal.
Patricia Eugene Gaspersz, Senior Manager Indigo, dengan tegas menyampaikan bahwa kegiatan seperti Bengkel Gamelan adalah inisiatif untuk membantu pengembang lokal mengatasi berbagai tantangan yang mereka hadapi. Fasilitasi dan pendampingan yang diberikan oleh Indigo merupakan katalisator yang sangat dibutuhkan untuk menghasilkan gim yang kompetitif dan diminati oleh pasar global.
Sejak berdiri pada tahun 2013, program Indigo telah berhasil mengembangkan lebih dari 200 startup digital, termasuk 17 pengembang gim lokal melalui program Indigo Game. Ini menunjukkan keberhasilan strategi yang diterapkan oleh Telkom Indonesia dalam menginkubasi dan mengakselerasi startup lokal, khususnya di bidang pengembangan gim.
Tidak ketinggalan, peran komunitas Gamelan juga patut diapresiasi. Sebagai fasilitator bagi para pengembang gim di Yogyakarta dan sekitarnya, Gamelan terus berupaya menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan dan kolaborasi. Puspa, Community Manager Gamelan, menegaskan bahwa inisiatif seperti ini adalah bagian dari komitmen mereka untuk memastikan para pengembang gim dapat tumbuh dan berkembang bersama.
Secara keseluruhan, acara Bengkel Gamelan ini merupakan contoh sempurna dari sinergi antara korporasi besar dan komunitas lokal dalam mendorong industri kreatif. Diharapkan upaya ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di kancah industri gim global tetapi juga menginspirasi lebih banyak pengembang lokal untuk menciptakan karya-karya yang inovatif dan berdaya saing tinggi. Telkom Indonesia dan Gamelan layak mendapatkan apresiasi tinggi atas kontribusi mereka dalam memajukan industri gim di Indonesia.
Program Indigo dari Telkom Indonesia adalah program inkubasi dan akselerasi untuk startup digital di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan industri kreatif digital melalui pengembangan kreativitas, inkubasi, akselerasi, dan program pendanaan lanjutan