Connect with us

Hi, what are you looking for?

Perspektif

Pasar Kompetitif dan Peran Komisaris Independen

Pemerintah Federal Amerika Serikat dan 17 negara bagian pernah menggugat Amazon. Raksasa e-comerce tersebut dianggap menyalahgunakan dominasi ekonominya dan merugikan persaingan sehat.

SALAH satu manfaat dari kemajuan bidang teknologi adalah semakin terbukanya peluang untuk menciptakan pasar produk yang kompetitif. Kondisi yang dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkatkan kualitas produk dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Lebih lanjut pasar produk yang kompetitif mendorong pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan taraf hidup warga negara. Sebaliknya, passar produk yang tidak kompetitif akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat, lalu menurunkan taraf hidup warganya. 

Peraih nobel ekonomi tahun 1972, Geroge Akerlof dalam makalah ‘Market for Lemon’ di Jurnal Quarterly 54 tahun silam bilang, kualitas barang yang diperdagangkan dalam suatu pasar dapat menurun dengan adanya asimetri informasi. Ketidakseimbangan ini lantas dapat menciptakan seleksi yang merugikan.

Dalam pasar yang tak terbuka seperti jual beli mobil atau apartemen bekas, masyarakat sering kali tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai harga. Sementara para pelaku usaha, memiliki akses terhadap informasi yang lebih lengkap namun tidak selalu transparan. Konsumen dalam hal ini menjadi pihak yang paling berpeluang untuk dirugikan.

Sisi gelap teknologi

Namun kemajuan teknologi juga bukan satu-satunya faktor pendorong keterbukaan pasar kompetitif. Buktinya, Pemerintah Federal Amerika Serikat dan 17 negara bagian pernah menggugat Amazon. Raksasa e-comerce tersebut dianggap menyalahgunakan dominasi ekonominya dan merugikan persaingan sehat.

Gugatan inovatif diajukan oleh Komisi Perdagangan Federal (FTC) dan 17 jaksa agung. Amazon yang sebelumnya merupakan toko buku dituding telah berubah menjadi “toko segalanya”. Secara rinci, gugatan setebal 172 halaman itu juga menuduh Amazon telah secara tidak adil mempromosikan platform. 

Dikatakan pula bahwa layanan telah mengorbankan penjual pihak ketiga yang mengandalkan pasar e-commerce perusahaan untuk distribusi. Mereka memaksa penjual mendaftarkan produk di Amazon dengan harga serendah-serendahnya dibanding mana pun.

“Misalnya, Amazon telah merugikan persaingan dengan mewajibkan penjual di platformnya untuk membeli layanan logistik internal Amazon guna mendapatkan manfaat terlaris, yang disebut sebagai Prime,” tulis dokumen gugatan itu.

Nyaris serupa, para pedagang Tanah Abang juga pernah meminta Menteri Koperasi untuk menutup Tiktok Shop. Para pedagang pakaian di lantai LG Pasar Tanah Abang memasang selembar kardus bertuliskan ‘Tolong pak, TikTok ditutup pak’, ‘Tolong hapus TikTok Shop’, hingga ‘Kembalikan senyum pedagang’. 

TikTok Shop kata mereka sangat merugikan pedagang. Sebab, harga jual di platform tersebut jauh lebih murah dibanding di mal dan juga Pasar Tanah Abang.

Itulah mengapa, selain kemajuan teknologi yang meniscayakan keterbukaan pasar, Organisation for Economi Cooperation and Development [OECD] juga menerapkan indikator product market regulations [PMR]. Yaitu serangkaian indikator yang komprehensif dan dapat dibandingkan secara internasional yang mengukur tingkat kebijakan yang mendorong atau menghambat persaingan di area pasar produk tempat persaingan dapat berlangsung.

Peran Komisaris Independen

Nah, berita baiknya, OECD memberikan penilaian baik terhadap perusahaan-perusahaan BUMN Indonesia sebagai bagian dari ekosistem bisnis nasional maupun global. Dalam laporan tersebut, OECD membahas soal PMR, dimana disebutkan bahwa tata kelola BUMN sudah selaras dengan best practice negara-negara OECD yang bertujuan memastikan persaingan setara dengan perusahaan swasta.

Menteri BUMN, Erick Thohir senang luar biasa. Menurutnya, penilaian positif tersebut tak lepas dari program less bureaucracy yang digaungkan sejak 2020. Tepatnya sejak Kementrian BUMN dipimpin Erick Thohir. Ini merupakan program penataan reagulasi dan simplifikasi peraturan Menteri BUMN.

Meski beberapa pihak menyebut penilaian tersebut masih jauh panggang dari api, lantaran rekruitmen komisaris independen karena pertimbangan politik, namun pencapaian tersebut menjadi titik terang bahwa Indonesia semakin dekat dengan target menjadi anggota penuh OECD.

Lagi pula, anggapan tersebut juga tidak sepenuhnya betul. Karena meskipun penempatan komisaris berdasarkan akomodasi politk, tapi nyatanya mereka juga mengikuti “fit and proper test”. Ini salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Meskipun kita juga tahu, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat.

UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN atau pun UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga memang tak menyebut jelas apa yang dimaksud dengan komisaris independen. Kedudukan, fungsi dan tugas komisaris independen tidak diatur secara tegas. Artinya, siapa pun dan dari manapun asalnya selama dia memiliki kompetensi dan integritas bisa menjadi komisaris independen.

Hanya saja catatan kritisnya, regulasi tersebut belum mampu menyeragamkan kualitas komisaris independen sesuai dengan kualifikasi tertentu. Kecuali komisaris independen di BUMN yang terafiliasi dengan industri keuangan dan non bank [IKNB], lantaran adanya proses fit and profer test dari Otoritas Jasa Keuangan [OJK].

Ke depan, perlu dibuat aturan spesifik (dalil khusus) tentang komisaris independen karena tanpa adanya aturan yang memadai komisaris independen tidak bisa melaksanakan fungsi sesuai yang diharapkan. Selain itu, perlu juga menyusun kembali aturan pelaksana yang lebih rinci, mengembangkan pedoman, hingga melakukan revisi UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terkait komisaris independen, termasuk menggunakan instrument fit and proper test sebagaimana yang sudah dilakukan pada BUMN sektor keuangan.

Itu artinya, komisaris independen harus mengadopsi peraturan yang berlaku di BUMN sektor keuangan. Lebih lanjut, dalam menyelenggarakan suatu “fit and proper test”, pemberian kesempatan yang sama (equal opportunity) terhadap setiap orang untuk menempati suatu jabatan akan menuju kepada seleksi calon-calon yang lebih memenuhi syarat dan adil.

Apalagi pada UU No.40 Tahun 2007, pasal 120 ayat (1) dijelaskan istilah “independen” yang berada di belakang kata komisaris berati eksistensi dan kedudukan hukumnya benar-benar diharapkan independen mengawasi pasar produk betul-betul kompetitif.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Perspektif

Mengejutkan sekaligus membanggakan, film berjudul ‘Autobiography’ akhirnya mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Piala Oscar 2024. Mengejutkan, karena meski merupakan karya perdana Makbul Mubarak, namun...

Ragam

Jumlah responden 1.200 orang dianggap cukup untuk mewakili berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, baik dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lokasi

Sosok

Ririek Adriansyah adalah contoh nyata dari seseorang yang bangkit dari kesulitan untuk mencapai puncak kesuksesan. Dari pemungut puntung rokok hingga memimpin Telkom Indonesia, perjalanan...

Vidiopedia

Freeport-McMoRan, perusahaan asal Amerika Serikat yang memiliki tambang emas terbesar di dunia, salah satunya di Indonesia. Sejak lama, perusahaan ini jadi sorotan karena masalah...