Connect with us

Hi, what are you looking for?

Ragam

Transisi Energi ke EBT dan Investasi PLTS untuk 182 kWp: Kasus di Karimunjawa

Keberhasilan proyek ini tidak hanya memberikan suplai listrik yang stabil bagi masyarakat di tiga pulau tersebut, tetapi juga memberikan pelajaran berharga mengenai potensi EBT di Indonesia.

Poin penting :

  1. PLTS Sebagai Solusi Energi di Daerah Terpencil
    Transisi ke Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan solusi potensial untuk menyediakan listrik di daerah terpencil dan kepulauan di Indonesia, seperti di Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk di Karimunjawa, yang kini disuplai oleh PLTS dengan metode off-grid.
  2. Investasi PLTS yang Menguntungkan Jangka Panjang
    Investasi untuk membangun PLTS dengan kapasitas 182 kWp diestimasi sekitar Rp2,5 miliar hingga Rp3 miliar. Meskipun investasi awal cukup besar, biaya operasionalnya lebih rendah karena menggunakan energi matahari yang gratis dan melimpah, menjadikannya investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang.
  3. Proyek Percontohan yang Menunjukkan Komitmen terhadap EBT
    Proyek PLN di Karimunjawa tidak hanya menyediakan listrik yang stabil bagi masyarakat lokal tetapi juga menjadi contoh bagaimana investasi dalam EBT dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, menurunkan emisi karbon, dan memberikan manfaat ekonomi serta lingkungan yang signifikan.

DI TENGAH hamparan laut biru yang memisahkan Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk dari hiruk pikuk daratan utama, kehidupan mulai berubah. Cahaya mentari yang selama ini hanya menjadi saksi bisu perjalanan waktu, kini menjadi sumber kehidupan baru bagi penduduk di kepulauan terpencil ini. Panel-panel surya yang tersusun rapi di atas tanah dan atap rumah-rumah, perlahan namun pasti, menggantikan gemuruh mesin diesel yang dulu mendominasi malam-malam sunyi mereka. Proyek percontohan dari PLN ini bukan sekadar membawa listrik ke pelosok nusantara, tetapi juga membawa harapan untuk masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Transisi energi ke Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan langkah strategis yang diambil oleh banyak negara, termasuk Indonesia, dalam rangka mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi karbon. Salah satu bentuk EBT yang kini semakin populer adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Di Indonesia, dengan kondisi geografis dan iklim yang mendukung, PLTS menjadi solusi yang sangat potensial untuk menyediakan listrik di daerah-daerah terpencil dan kepulauan.

Sebagai contoh, General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta (UID Jateng-DIY), Mochamad Soffin Hadi, menyampaikan bahwa kelistrikan di tiga pulau kecil di Karimunjawa—Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk—kini disuplai oleh PLTS dengan metode off-grid. Off-grid berarti sistem ini tidak terhubung dengan jaringan listrik utama, sehingga seluruh kebutuhan listrik di pulau-pulau tersebut dapat dipenuhi oleh energi yang dihasilkan dari sinar matahari. Sebagai suplai cadangan, di sana juga terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas 230 kW.

Dalam upaya mendukung transisi ini, PLN menjadikan Karimunjawa sebagai proyek percontohan dalam membudayakan penggunaan EBT, khususnya PLTS. Dengan suplai sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun, wilayah seperti Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk dianggap sangat cocok untuk implementasi PLTS. Pemasangan PLTS di daerah ini tidak hanya menjawab tantangan ketersediaan energi listrik di daerah terpencil, tetapi juga menjadi bagian dari komitmen nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Investasi PLTS untuk 182 kWp

Untuk memahami besarnya investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan PLTS, kita dapat melihat skala kecil seperti yang diterapkan di Karimunjawa. PLTS dengan kapasitas 182 kWp (kilowatt peak) diperkirakan membutuhkan investasi sekitar Rp2,5 miliar hingga Rp3 miliar. Biaya ini mencakup pembelian panel surya, inverter, baterai penyimpanan energi, struktur pendukung, serta instalasi dan komisioning.

Secara lebih rinci, harga panel surya berkisar antara Rp6 juta hingga Rp8 juta per kWp, tergantung pada kualitas dan efisiensi panel yang digunakan. Untuk inverter, harganya berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per kWp. Sementara itu, baterai penyimpanan energi, yang sangat penting dalam sistem off-grid untuk memastikan ketersediaan listrik saat malam hari atau saat cuaca mendung, harganya bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per kWp.

Selain biaya material, ada juga biaya instalasi dan komisioning yang berkisar antara 10% hingga 15% dari total biaya material. Namun, investasi ini dianggap sangat menguntungkan dalam jangka panjang, terutama dengan adanya penurunan biaya operasional karena sumber energi yang digunakan adalah energi matahari yang gratis dan melimpah.

Contoh Kasus di Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk

Sebagai proyek percontohan, PLN telah mengimplementasikan PLTS dengan metode off-grid di tiga pulau di Karimunjawa—Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk. Pulau-pulau ini sebelumnya bergantung pada PLTD yang memerlukan bahan bakar diesel yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Dengan adanya PLTS, suplai utama listrik kini berasal dari energi matahari, sementara PLTD hanya berfungsi sebagai suplai cadangan ketika cuaca ekstrem atau terjadi masalah teknis pada PLTS.

Keberhasilan proyek ini tidak hanya memberikan suplai listrik yang stabil bagi masyarakat di tiga pulau tersebut, tetapi juga memberikan pelajaran berharga mengenai potensi EBT di Indonesia. Dengan kondisi cuaca yang sebagian besar cerah sepanjang tahun, penggunaan PLTS di pulau-pulau terpencil seperti ini menjadi solusi ideal untuk mengatasi tantangan akses listrik. Selain itu, proyek ini juga menunjukkan bahwa investasi pada EBT dapat memberikan manfaat jangka panjang, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan.

Dengan langkah ini, PLN dan pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung transisi energi ke EBT. Pengalaman di Karimunjawa ini diharapkan dapat direplikasi di wilayah-wilayah lain di Indonesia, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau jaringan listrik konvensional. Transisi ke EBT, seperti yang terlihat pada kasus ini, bukan hanya sekadar alternatif, tetapi sebuah keharusan untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Perspektif

Mengejutkan sekaligus membanggakan, film berjudul ‘Autobiography’ akhirnya mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Piala Oscar 2024. Mengejutkan, karena meski merupakan karya perdana Makbul Mubarak, namun...

Ragam

Jumlah responden 1.200 orang dianggap cukup untuk mewakili berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, baik dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lokasi

Sosok

Ririek Adriansyah adalah contoh nyata dari seseorang yang bangkit dari kesulitan untuk mencapai puncak kesuksesan. Dari pemungut puntung rokok hingga memimpin Telkom Indonesia, perjalanan...

Perspektif

India, melalui Kebijakan Pendidikan Nasional 2020, tampak lebih progresif dalam memperkenalkan perubahan yang berorientasi pada pengembangan holistik dan berbasis pengalaman.