Poin penting :
- Ketahanan Pangan Beras Butuh Inovasi dan Adaptasi
Perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan ketegangan geopolitik memaksa sektor beras untuk berinovasi, seperti adopsi teknologi pertanian cerdas dan diversifikasi distribusi pangan. - Kolaborasi Internasional Sangat Penting
Sinergi antara negara dan stakeholder di industri beras diperlukan untuk menghadapi tantangan global dan memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan. - Beras sebagai Komoditas Vital di Tengah Krisis Global
Beras, sebagai komoditas pangan utama bagi miliaran orang, harus menjadi prioritas dalam kebijakan global untuk menjaga ketahanan pangan, terutama di tengah ketidakpastian global.
KETENANGAN langit biru Nusa Dua, Bali, pada pertengahan September 2024 kontras dengan hiruk-pikuk tantangan global yang melanda sektor pangan dunia, terutama beras. Perhelatan Indonesia International Rice Conference (IIRC) yang digagas oleh Perum Bulog menjadi saksi bagaimana para pemimpin industri beras, dari berbagai negara, berkumpul untuk membahas solusi di tengah krisis iklim, ketegangan geopolitik, dan gangguan ekonomi yang memperparah ketahanan pangan dunia.
Dalam upaya mempertahankan pangan dunia, khususnya komoditas beras yang vital, konferensi ini mengangkat tema yang relevan dan mendesak: “Rice Resilience: Adapting to Global Challenges.” Tema ini menjadi pengingat bahwa ketahanan pangan, terutama terkait beras, tidak hanya soal ketersediaan fisik, tetapi juga kemampuan adaptasi terhadap tantangan yang kian kompleks.
Hook: Krisis Beras di Tengah Kompleksitas Dunia
Isu ketahanan pangan, terutama beras, tak dapat lagi dipandang sebelah mata. Dalam lanskap dunia yang tengah bergejolak—dari perubahan iklim yang ekstrem hingga ketidakpastian ekonomi global—beras menjadi produk strategis yang berperan sebagai penopang hidup bagi miliaran penduduk dunia. Ketika perubahan iklim mengguncang pola tanam, dan konflik geopolitik mengganggu rantai pasok global, komoditas beras menghadapi krisis eksistensial. Di sinilah pentingnya acara seperti IIRC 2024, yang tidak hanya merangkum permasalahan tetapi juga berupaya merumuskan solusi.
Konferensi ini dihadiri oleh ratusan pelaku industri beras dari 17 negara, yang membawa perspektif dan solusi dari berbagai belahan dunia. Negara-negara seperti Jepang, Vietnam, Pakistan, dan India, yang telah lama bergantung pada beras sebagai bahan pangan utama, turut berkontribusi dalam diskusi yang mendalam tentang bagaimana industri ini dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan global yang kian menantang.
Ketahanan Pangan: Lebih dari Sekadar Bertahan Hidup
Dalam pidato pembukaannya, Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska, menekankan bahwa ketahanan pangan tidak hanya berarti bertahan hidup dalam kondisi sulit, melainkan juga kemampuan untuk berkembang dan berinovasi. Hal ini sangat relevan dalam konteks perubahan iklim yang kini telah menciptakan tantangan besar bagi produksi beras di berbagai negara.
“Ketahanan dalam konteks ini berarti lebih dari sekedar kelangsungan hidup. Ini tentang mampu bertahan di tengah kesulitan dengan mengembangkan dan menerapkan solusi inovatif yang dapat mempertahankan produksi beras dalam menghadapi tantangan global,” ujar Sonya. Ucapannya mencerminkan pentingnya menghadirkan pendekatan baru yang dapat menjaga kelangsungan produksi beras dalam jangka panjang.
Perubahan iklim, dengan cuaca ekstremnya yang tidak terduga, telah memengaruhi siklus tanam dan panen di banyak negara. Sebagai contoh, banjir yang lebih sering terjadi dan kekeringan berkepanjangan mengancam produktivitas lahan pertanian di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini membuat negara-negara produsen dan konsumen beras harus cepat beradaptasi.
Pada dasarnya, konferensi ini berfokus pada pentingnya mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan berketahanan. Tradisi lama dalam pertanian beras, yang sudah berjalan puluhan bahkan ratusan tahun, mungkin tidak lagi relevan di era sekarang. Pembaruan teknologi dan pendekatan yang lebih berkelanjutan menjadi kunci utama untuk menjaga ketahanan pangan.
Tantangan Global yang Tak Bisa Diabaikan
IIRC 2024 menjadi forum yang membahas berbagai tantangan global, mulai dari dampak ekonomi hingga ketegangan geopolitik yang kini memperumit rantai pasokan pangan dunia. Krisis ekonomi global yang timbul dari pandemi dan ketidakstabilan politik di beberapa kawasan memicu inflasi harga pangan. Akibatnya, rantai distribusi beras pun terganggu.
Tidak hanya itu, ketegangan geopolitik antara negara-negara besar seperti AS dan China, serta konflik di wilayah-wilayah lain, memperburuk keadaan. Negara-negara yang dahulu dapat bergantung pada impor beras kini harus mencari alternatif lain atau memperkuat produksi dalam negeri. Dalam hal ini, kolaborasi internasional sangat diperlukan.
Carolyn Turk, Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia and Pacific, World Bank, dalam keynote speech-nya menegaskan bahwa beras merupakan komoditas penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia, khususnya di Indonesia. Harapannya, melalui konferensi ini, solusi konkret dapat ditemukan untuk menjamin keberlanjutan pangan dan meningkatkan kehidupan masyarakat yang bergantung pada sektor ini.
Inovasi sebagai Solusi: Menuju Masa Depan Beras yang Berkelanjutan
Di tengah segala tantangan, inovasi adalah kunci. Seperti yang disampaikan Sonya dalam pidato pembukaannya, solusi yang diharapkan adalah inovasi berkelanjutan yang tidak hanya mengatasi masalah hari ini, tetapi juga memastikan ketersediaan beras di masa depan. Pendekatan seperti penggunaan teknologi pertanian cerdas, adaptasi varietas padi yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, dan diversifikasi sistem distribusi pangan adalah beberapa langkah yang perlu diambil.
Teknologi pertanian seperti precision farming, yang menggunakan data cuaca dan tanah secara real-time, dapat membantu petani mengoptimalkan produksi mereka di tengah ketidakpastian iklim. Di sisi lain, inovasi di sektor distribusi dan logistik juga sangat penting. Ketegangan geopolitik yang mengganggu rantai pasokan global menunjukkan betapa rentannya sistem distribusi pangan saat ini. Dengan mengadopsi teknologi baru dan memperkuat kolaborasi lintas negara, sistem distribusi yang lebih tangguh dapat dibangun.
Rachmi Widiarini, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan dari Badan Pangan Nasional Indonesia, menekankan pentingnya kolaborasi antar-stakeholders di sektor pangan, terutama dalam memperkuat hubungan dan jaringan kerja sama internasional. Dengan kolaborasi yang kuat, gagasan inovatif yang muncul dari konferensi ini dapat diimplementasikan dengan lebih efektif.
Refleksi Akhir: Mengapa Ketahanan Pangan Harus Menjadi Prioritas Global?
Dari seluruh diskusi yang muncul dalam IIRC 2024, satu hal menjadi sangat jelas: ketahanan pangan, khususnya terkait komoditas beras, harus menjadi prioritas global. Perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan krisis ekonomi bukanlah ancaman yang bisa diatasi sendirian oleh satu negara. Diperlukan sinergi dan kolaborasi lintas batas untuk mengatasi permasalahan yang kompleks ini.
Indonesia sebagai salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia, memiliki peran strategis dalam menciptakan solusi bagi tantangan ini. Bulog, sebagai lembaga yang menginisiasi konferensi ini, menunjukkan langkah proaktif dalam memastikan bahwa isu ketahanan pangan mendapatkan perhatian yang layak di tingkat internasional.
Dengan berlangsungnya konferensi seperti IIRC 2024, diharapkan lahir lebih banyak diskusi dan kerja sama yang konkret. Namun, lebih dari itu, langkah-langkah nyata dalam inovasi, kolaborasi, dan adaptasi harus segera diambil untuk memastikan masa depan ketahanan pangan yang lebih baik bagi semua. Jika tidak, krisis yang kita hadapi saat ini hanya akan menjadi awal dari masalah yang lebih besar di masa mendatang.
