Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus aturan presidential threshold (PT) telah menggebrak dunia politik Indonesia. Dalam sidang yang digelar Kamis (2/1/2025), MK menegaskan bahwa aturan ini bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Langkah ini dipuji sebagai upaya membongkar dominasi partai politik besar dan menciptakan ruang baru bagi demokrasi yang lebih dinamis.
Menurut pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, keputusan ini membawa dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia membuka peluang rekonstruksi politik dengan memecah kartel partai besar yang selama ini membatasi opsi pemilih. Pemilu mendatang berpotensi menghadirkan lebih banyak calon presiden, yang berarti pilihan lebih luas bagi masyarakat. “Ini adalah peluang untuk sirkulasi elite politik yang lebih sehat,” ujar Bivitri.
Namun, tidak semua dampak bersifat positif. Potensi munculnya calon-calon bermasalah menjadi tantangan serius. Dengan terbukanya peluang bagi siapa saja yang memiliki modal besar, risiko kooptasi partai oleh individu bermasalah meningkat. “Inilah saatnya kita mendorong parpol untuk memikirkan sistem yang demokratis, seperti konvensi ala partai di Amerika Serikat,” tambah Bivitri.
Optimisme juga diungkapkan oleh Feri Amsari dari Universitas Andalas, yang menilai putusan MK sebagai terobosan penting untuk mendorong kompetisi sehat di kancah politik. Menurutnya, tanpa PT, partai akan lebih fokus mencari figur yang benar-benar mumpuni untuk bersaing secara adil di mata publik.
Meski begitu, sejumlah antisipasi diperlukan agar manfaat putusan ini tidak terganggu oleh celah-celah manipulasi. Salah satunya adalah potensi pembalikan keputusan oleh DPR, yang memiliki sejarah panjang dalam upaya “mengakali” sistem demi kepentingan tertentu. “Masukan publik ke DPR dan partai sangat penting untuk memastikan sistem ini tetap demokratis,” tegas Bivitri.
Selain itu, MK dalam pertimbangannya juga menyoroti fenomena polarisasi yang kerap terjadi akibat minimnya pilihan calon. Dengan hanya dua pasangan calon pada pemilu sebelumnya, masyarakat terpecah dalam kubu yang berlawanan. MK memandang penghapusan PT sebagai solusi untuk mencegah polarisasi berlebihan yang dapat merusak kebhinekaan Indonesia.
Putusan ini tidak hanya berdampak pada dinamika politik jangka pendek, tetapi juga membawa implikasi strategis bagi masa depan demokrasi Indonesia. Jika didukung oleh upaya penyehatan partai politik dan peningkatan partisipasi masyarakat, langkah ini bisa menjadi awal dari era baru politik yang lebih inklusif dan kompetitif.