Bayangkan sebuah dunia di mana setiap anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki akses ke makanan bergizi di sekolah. Di beberapa negara, visi ini telah menjadi kenyataan dan berdampak besar pada kesehatan serta prestasi siswa. Jepang, Brasil, hingga Estonia menunjukkan bahwa makan siang gratis bukan sekadar program kesejahteraan, melainkan investasi untuk masa depan.
Jepang mengambil pendekatan berbeda. Di sana, makanan sekolah sangat terjangkau, berkisar 250–300 yen per porsi. Selain murah, makanan ini hampir selalu segar dan ditanam secara lokal. Filosofi Jepang menekankan pentingnya kebersamaan, di mana semua siswa makan menu yang sama tanpa terkecuali. Program ini berhasil mengurangi tingkat obesitas pada anak-anak hingga 13% dalam satu dekade terakhir, menurut data Kementerian Pendidikan Jepang.
Brasil memulai langkah besar ini sejak 1940-an, memastikan anak-anak dari keluarga kurang mampu tetap belajar tanpa gangguan rasa lapar. Saat ini, 40 juta anak di Brasil menikmati manfaat makanan bergizi di sekolah yang dirancang oleh 8.000 ahli gizi. Program ini juga mendukung perekonomian lokal dengan mewajibkan 30% bahan makanannya berasal dari peternakan keluarga. Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menunjukkan bahwa program ini telah menurunkan tingkat malnutrisi pada anak sebesar 47% dalam 20 tahun terakhir.
Estonia membawa pendekatan yang berbasis piramida makanan, dengan fokus pada air, olahraga, dan porsi sayur yang dominan. Bahkan makanan tinggi gula seperti es krim dan biskuit diberikan dalam jumlah terbatas. Hasilnya, laporan dari UNICEF menunjukkan bahwa 82% siswa Estonia memiliki status gizi baik, angka yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata Uni Eropa.
Swedia menampilkan keunikan dengan model prasmanan yang variatif, menawarkan pasta, kentang, daging, hingga sayuran. Bahkan guru ikut makan bersama siswa, menciptakan hubungan yang lebih erat. Sekolah di Swedia juga rutin mengadakan pekan pangan internasional dan vegetarian, memberi wawasan baru kepada siswa. Menurut survei nasional, 89% siswa merasa lebih fokus di kelas setelah makan siang bergizi.
Di Amerika Serikat, lebih dari 31 juta siswa menikmati makanan bergizi setiap hari sekolah melalui program makan siang nasional. Program ini, yang dikelola oleh USDA, memberikan makanan gratis atau bersubsidi kepada anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah. Studi dari Harvard menunjukkan bahwa program ini telah meningkatkan prestasi akademik siswa hingga 4% di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi.
Finlandia pun tidak ketinggalan. Sejak 1948, negara ini memastikan setiap siswa dari pendidikan dasar hingga menengah atas mendapatkan makanan gratis sesuai standar gizi. Makanannya sederhana namun penuh nutrisi, mengutamakan sayuran seperti lobak dan bit, ditambah ikan, daging, serta roti. Program ini berhasil menurunkan angka putus sekolah hingga 10% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Sementara itu, India mengelola salah satu program makan siang terbesar di dunia, POSHAN, yang melayani 120 juta anak. Program ini tidak hanya memberikan nasi dan kari, tetapi juga memastikan kebutuhan nutrisi mikro seperti zat besi dan folat terpenuhi. Sebuah laporan dari World Bank menyatakan bahwa program ini berhasil meningkatkan kehadiran siswa perempuan hingga 15% di wilayah pedesaan.
China pun turut berperan dengan program makan siang berbayar yang sangat murah, sekitar Rp11 ribu per hari. Siswa mendapatkan nasi, daging, dan sayuran sehat, bahkan dengan pilihan menu yang beragam. Di pedesaan, pemerintah mendanai program ini untuk memerangi malnutrisi yang masih menjadi masalah. Data pemerintah menunjukkan bahwa 68% siswa yang terlibat program ini menunjukkan peningkatan dalam indeks massa tubuh yang sehat.
Program makan siang gratis bukan hanya tentang makanan; ini adalah cara meningkatkan akses pendidikan, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan berdaya saing. Dengan banyak negara telah mengambil langkah maju ini, akankah Indonesia segera menyusul dan memberikan dampak positif serupa? Kita semua tentu menantikannya.