Pernah nggak sih kita lagi stuck ngerjain tugas, atau lagi lembur di kantor, terus mikir, “Andai aja ada orang super pintar yang bisa bantu sekarang juga…”? Nah, sekarang kita nggak cuma bisa mikir, tapi bisa beneran punya “orang” itu—walau bentuknya bukan manusia, tapi AI.Namanya GPT-5, otak digital terbaru buatan OpenAI yang resmi meluncur Agustus 2025.
CEO-nya, Sam Altman, sampai bilang ngobrol sama GPT-5 itu kayak ngobrol sama orang yang punya gelar PhD di bidang apa pun. Jadi bayangin aja, ini kayak punya profesor segala jurusan yang on call 24/7.
Bedanya sama versi sebelumnya? GPT-3 itu kayak anak SMA pinter, GPT-4 kayak mahasiswa berprestasi, dan GPT-5 ini… udah level profesor yang ngerti banget banyak hal. Dan bukan cuma ngerti, dia juga tahu kapan harus jawab cepat dan kapan harus mikir panjang dulu biar jawabannya matang.Rahasia di balik “otaknya” ada di teknologi yang mereka sebut router cerdas.
Kalau kita nanya hal simpel—misalnya “siapa penemu internet?”—jawabnya cepat banget. Tapi kalau kita tanya sesuatu yang ribet kayak “tolong bikin analisis tren penyakit dari data ini”, dia langsung masuk mode mikir dalam, ngeproses semua info sampai jawabannya mantap.Prestasinya pun nggak main-main. Di tes matematika AIME, nilainya 94,6% tanpa nyontek kalkulator. Di coding, dia lulus ujian SWE-bench Verified dengan skor 74,9% dan sukses di Aider Polyglot dengan 88%. Bahkan di bidang kesehatan, dia bisa jawab skenario medis kompleks dengan skor 46,2% di HealthBench Hard.
Oh iya, dia juga jago mikir pakai teks plus gambar sekaligus, dan nilainya di tes multimodal MMMU adalah 84,2%.Selain pintar, GPT-5 ini juga jauh lebih “jujur” daripada pendahulunya. Kesalahan faktanya turun 45% dibanding GPT-4o, dan kalau lagi pakai mode mikir dalam, kesalahannya bisa turun sampai 80%. Dia juga nggak gampang “yes man” lagi—tingkat setuju asal-asalan (sycophancy) turun dari 14,5% jadi di bawah 6%. Dan kalau dia nggak tahu jawabannya, dia lebih memilih bilang “nggak tahu” daripada ngarang.
OpenAI juga bikin GPT-5 ini lebih aman. Ada sistem safe completion supaya nggak ngasih info berbahaya di bidang-bidang sensitif kayak bioteknologi atau rekayasa kimia. Sebelum dirilis, mereka ngetes ketat di skenario berisiko tinggi.Buat aksesnya, versi gratis ChatGPT sekarang udah bisa cobain GPT-5, walau ada batas pemakaian.
Kalau mau bebas pakai, ada pilihan Plus, Pro, dan Team. Versi Pro malah punya mode GPT-5 Pro yang bisa mikir lebih panjang dan detail. GPT-5 ini juga udah nyebar ke produk Microsoft seperti Azure AI, GitHub Copilot, Microsoft 365 Copilot, dan Visual Studio Code—jadi nggak cuma buat ngobrol, tapi bisa langsung dipakai buat kerja.Tapi, secerdas-cerdasnya GPT-5, dia tetap ada minusnya. Kalau mau nikmatin semua fiturnya, kita harus bayar. Terus, kalau lagi pakai mode mikir dalam, dia bisa agak lambat jawabnya.
Dan walaupun jauh lebih akurat, masih ada kemungkinan dia salah. Plus, dia tetap butuh internet dan server OpenAI, jadi kalau koneksi kita lemot, ya siap-siap sabar.Meski begitu, nggak bisa dipungkiri GPT-5 ini lompatan besar. Kita sekarang punya “profesor digital” yang bisa bantu di hampir semua bidang, kapan aja, di mana aja.
Mau dipakai buat belajar, bikin skripsi, ngoding, riset bisnis, sampai bikin konten—semua bisa.Di era serba cepat kayak sekarang, punya “otak PhD” di ujung jari bukan cuma keren, tapi bisa jadi game changer. Dan meskipun dia cuma kumpulan algoritma tanpa ijazah resmi, GPT-5 mungkin akan bikin banyak profesor manusia mulai mikir, “Hmm, kayaknya kita punya saingan baru di ruang diskusi.”
