Poin Penting:
- Nvidia investasi US$5 miliar ke Intel untuk kolaborasi pengembangan chip AI dan CPU.
- Kesepakatan ini bisa memperkuat posisi Intel di industri manufaktur chip global.
- Bagi produsen chip Asia seperti TSMC dan Samsung, ini bisa jadi peluang sekaligus ancaman.
KOLABORASI antara dua raksasa teknologi Amerika Serikat, Intel dan Nvidia, tengah menjadi sorotan industri semikonduktor global. Nvidia menginvestasikan US$5 miliar untuk memperoleh sekitar 4% saham di Intel, sekaligus menandai dimulainya kerja sama strategis dalam pengembangan chip untuk pasar PC dan pusat data (data center).
Kesepakatan ini dinilai sebagai langkah penting dalam memperkuat posisi AS dalam rantai pasok chip global. Namun di sisi lain, kolaborasi ini juga berpotensi menjadi “pisau bermata dua” bagi produsen chip Asia seperti TSMC dan Samsung Electronics.
Dalam beberapa tahun terakhir, Intel tertinggal dalam kompetisi teknologi fabrikasi chip. Perusahaan asal California ini kalah cepat dari TSMC dan Samsung dalam mengembangkan node teknologi canggih dan manufaktur chip berdaya tinggi.
Namun dengan kolaborasi bersama Nvidia—yang saat ini merupakan pemimpin pasar chip AI—Intel mendapat peluang strategis untuk memperkuat bisnis foundry (jasa manufaktur chip untuk pihak ketiga), yang selama ini didominasi oleh perusahaan Asia.
Kerja sama ini mencakup pengembangan CPU generasi baru yang terintegrasi dengan teknologi komunikasi Nvidia seperti NVLink, serta kolaborasi dalam teknologi pengemasan chip tingkat lanjut (advanced packaging). Meski belum mencakup produksi chip Nvidia di fasilitas Intel, keduanya tidak menutup kemungkinan memperluas kerja sama ke tahap tersebut di masa depan.
Efek Domino di Asia
Bagi pemain utama seperti TSMC (Taiwan) dan Samsung Electronics (Korea Selatan), kabar ini membawa dampak ganda.
Di satu sisi, meningkatnya kemampuan manufaktur Intel bisa mengurangi tekanan regulasi dari AS terhadap mitra Asia. AS selama ini mendorong diversifikasi produksi chip agar tidak hanya bergantung pada Taiwan dan Korea Selatan, yang berada dalam kawasan geopolitik sensitif.
Namun di sisi lain, jika Intel berhasil membangun ekosistem manufaktur yang solid dan skalabel, maka dominasi TSMC dan Samsung bisa tergoyahkan. Bahkan, kolaborasi Intel–Nvidia dapat mempercepat pengalihan pesanan dari perusahaan seperti AMD, yang sebelumnya menjadi mitra utama Nvidia untuk CPU dan pengemasan.
“Saat ini masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa TSMC akan kehilangan pasar, tapi Intel bisa menjadi alternatif yang serius dalam dua hingga tiga tahun mendatang,” kata analis industri semikonduktor dari Taipei yang enggan disebutkan namanya.
Reaksi Pasar dan Pemain Lain
Pasar merespons positif langkah ini. Saham Intel melonjak lebih dari 20% dalam sepekan terakhir sejak pengumuman resmi. Banyak investor melihat kesepakatan ini sebagai peluang besar untuk membalikkan posisi Intel dari “penantang” menjadi “pemimpin” di industri chip generasi mendatang.
Namun, risiko tetap ada. “Membangun foundry kelas dunia bukan hanya soal uang, tapi juga ekosistem dan konsistensi teknologi,” kata Patrick Moorhead, analis teknologi di AS. “Intel harus membuktikan bahwa mereka bisa memenuhi standar kualitas dan volume yang diharapkan oleh mitra-mitra seperti Nvidia.”
Sementara itu, perusahaan seperti AMD bisa terdampak secara langsung. Selama ini AMD menjadi pesaing utama Intel di pasar CPU, dan kolaborasi Nvidia–Intel bisa mempersempit ruang gerak AMD di pasar data center dan AI.
Babak Baru Kompetisi
Secara geopolitik, kolaborasi ini memperkuat posisi AS dalam memperkecil ketergantungan terhadap manufaktur chip luar negeri. Dengan krisis chip global pasca-pandemi dan meningkatnya ketegangan AS–Tiongkok, membangun kemampuan produksi domestik menjadi prioritas strategis.
Namun, peta persaingan di Asia juga akan mengalami perubahan. Negara-negara seperti India, Vietnam, dan Malaysia yang sedang naik daun di sektor manufaktur elektronik, bisa ikut mengambil peluang dari pergeseran rantai pasok global ini.
Kolaborasi antara Intel dan Nvidia bisa menjadi awal kebangkitan baru bagi industri chip dalam negeri AS. Bagi Asia, ini menjadi peringatan bahwa dominasi yang telah dibangun selama dua dekade terakhir tak lagi aman. Produsen seperti TSMC dan Samsung kini dihadapkan pada tantangan baru: mempertahankan posisi terdepan, sembari menghadapi kebangkitan pesaing lama yang kini bersenjata modal, mitra, dan misi nasional.
