Di sebuah ruangan yang penuh cahaya dan riuh tepuk tangan, nama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) disebut sebagai pemenang Best Creative PR Campaign. Malam itu, ajang Impactful Public Relations Awards (IMPRA) 2025 yang digelar International Association of Business Communicators (IABC) Indonesia seolah berhenti sejenak untuk memberi ruang bagi sebuah kampanye pendidikan yang tumbuh pelan tapi pasti: 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7 KAIH).
Tak banyak kampanye edukasi yang mampu menembus kompetisi PR kreatif di tingkat nasional. Dan lebih sedikit lagi kementerian yang pulang dengan piala di kategori yang sangat kompetitif ini. Namun malam itu, Kemendikdasmen melakukannya. Diam-diam, kampanye 7 KAIH sudah melangkah jauh: masuk ke sekolah-sekolah, menjadi bahan obrolan orang
Tumbuh dari Kegelisahan
Semua bermula dari sebuah pertanyaan sederhana: bagaimana menumbuhkan kebiasaan baik pada anak-anak Indonesia di tengah derasnya distraksi digital dan perubahan sosial yang cepat? Dari kegelisahan itu lahir tujuh kebiasaan yang dirancang bukan sekadar sebagai slogan, tetapi sebagai panduan yang mudah dipahami dan ditiru.
Tujuh kebiasaan ini tidak ingin menjadi ceramah. Ia ingin terdengar seperti ajakan dari seorang kakak: hangat, dekat, dan mudah diterapkan. Ketika kampanye 7 KAIH diluncurkan, tak ada yang menduga bahwa ia akan mendapat perhatian sebesar ini. Dari video pendek, komik digital, hingga kelas inspirasi, kampanye ini tumbuh menjadi percakapan nasional.
Anak-anak mulai menirukan. Guru mulai mengajarkannya secara kreatif. Orang tua mulai membagikannya.
Dan di balik penyebaran itu, ada sebuah prinsip yang tidak pernah dilepaskan: buatlah hangat, buatlah dekat.
Ketika nama Kemendikdasmen diumumkan sebagai pemenang, Muhammad Muchlas Rowi — Staf Khusus Mendikdasmen Bidang Transformasi Digital dan Kecerdasan Buatan — berdiri dengan wajah terang. Baginya, penghargaan ini bukan sekadar piala; ia adalah pengakuan atas pekerjaan panjang yang tidak selalu tampak.
“Penghargaan Best Creative PR Campaign untuk program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat menjadi penanda bahwa strategi komunikasi yang kami jalankan selama ini berjalan efektif, inovatif, dan mendapatkan respons positif dari publik. Penghargaan ini sekaligus menguatkan komitmen kami untuk terus menghadirkan kampanye yang berdampak, menginspirasi, dan mendukung ekosistem pendidikan Indonesia,” ujarnya sesaat setelah acara penggarhaan di hotel St. Regis Setiabudi, pada Jum’at [14/11/2025] malam.

Muchlas menambahkan bahwa tahun ini, Kemendikdasmen adalah satu-satunya kementerian yang meraih penghargaan pada ajang tersebut. “Penghargaan ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus berinovasi, memperkuat peran komunikasi publik, dan memastikan setiap pesan yang kami sampaikan membawa manfaat nyata bagi masyarakat.”
Kreativitas yang Tak Pernah Tidur
Jika ada ruang yang paling sibuk selama kampanye 7 KAIH, itu adalah ruang biro komunikasi dan Hubungan Masyarakat [BKHM] Kemendikdasmen. Dari ruangan itulah poster, infografis, naskah video, hingga strategi digital lahir dan menyebar.
Kepala BKHM Kemendikdasmen, Anang Ristanto, mengenang bagaimana kampanye ini tumbuh dari ide menjadi gerakan.
“Penghargaan IMPRA dari IABC Indonesia ini adalah hasil dari dedikasi tanpa henti, kreativitas yang terus berkembang, serta komitmen kuat untuk menghadirkan komunikasi publik yang tidak hanya informatif, tetapi juga membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat,” ujar Anang.
Ia menegaskan bahwa penghargaan ini bukan garis finish. “Ini energi baru bagi seluruh jajaran humas di Kemendikdasmen untuk terus berkarya lebih baik, memperkuat narasi Pendidikan Bermutu untuk Semua, dan memastikan program yang dihadirkan memberi manfaat nyata bagi publik.”
Dalam sambutannya, perwakilan Dewan Juri IABC Indonesia Award, Angkie Yudistia, menyampaikan apresiasinya. Bagi dewan juri, 7 KAIH bukan sekadar kampanye informatif; ia adalah kampanye yang bernyawa.
Angkie menyebut IMPRA sebagai salah satu barometer paling kredibel dalam dunia komunikasi. Artinya, kampanye yang menang tidak hanya dinilai dari estetika, tetapi dari dampak, strategi, inovasi, dan narasi yang dibangun. 7 KAIH memenuhi semuanya.
Jejak Dampak
Dampak 7 KAIH tidak berhenti pada panggung penghargaan. Ia terlihat di sekolah-sekolah — tempat yang sunyi namun paling penting.
Di Kupang, kebiasaan “disiplin waktu” diterapkan lewat permainan sederhana agar anak-anak memahami rutinitas pagi. Di Bandung, “berpikir sebelum bertindak” dijadikan sesi refleksi lima menit setiap akhir pelajaran. Di Palopo, guru-guru menjadikannya bahan literasi pagi.
Inilah yang membuat kampanye ini bergerak lebih jauh daripada sekadar poster dan video: ia menjadi praktik, kebiasaan, dan budaya kecil di ruang-ruang kelas.
IMPRA 2025 mungkin hanya satu malam. Panggungnya mungkin hanya satu ruangan. Tetapi di balik penghargaan itu, ada perjalanan panjang sebuah kampanye yang tumbuh dari kegelisahan, dikerjakan dengan kreativitas, dan diterima dengan hangat oleh publik.
Di tengah transformasi pendidikan yang bergerak cepat — digitalisasi, artificial intelligence, perubahan ekosistem belajar — kampanye seperti 7 KAIH menjadi jembatan yang membuat masyarakat tetap merasa dekat, terlibat, dan percaya.
Kemendikdasmen menegaskan komitmennya untuk menghadirkan strategi komunikasi publik yang adaptif, inovatif, dan relevan dengan kebutuhan zaman. Perjalanan masih panjang. Tetapi malam itu, di panggung IMPRA, sebuah tonggak telah ditancapkan.
Dan semuanya berawal dari satu gagasan sederhana: keinginan agar anak-anak Indonesia tumbuh menjadi pribadi hebat — mulai hari ini, bukan nanti.





















