Connect with us

Hi, what are you looking for?

Perspektif

Peta Opini Publik atas Kebijakan Keuangan dan Literasi Finansial Purbaya

Purbaya cukup menonjol dalam Analisis Media Sosial. Sejumlah hal perlu diperhatikan agar kebijakannya tidak melempem di tengah jalan.

Periode Januari hingga November 2025 menjadi fase penting dalam diskursus publik mengenai kebijakan keuangan nasional. Sepanjang sebelas bulan ini, media sosial menggantikan peran sentral media arus utama sebagai panggung utama pembentukan opini publik. Sosok yang paling banyak disorot dalam percakapan digital tersebut adalah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa seorang figur yang muncul sebagai reformis tegas, penggerak edukasi finansial, namun sekaligus menjadi objek pengawasan publik yang intens.

Laporan analisis sentimen yang menjadi dasar tulisan ini mengumpulkan 770 unggahan, semuanya dari platform media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook, YouTube, dan X (Twitter). Tidak satu pun pemberitaan berasal dari media konvensional, sebuah gejala yang menggambarkan pergeseran besar dalam pola konsumsi informasi ekonomi di Indonesia.

Artikel ini memetakan dinamika persepsi publik tersebut secara deskriptif sekaligus analitis, menelaah bagaimana narasi terbentuk, apa yang memicunya, dan bagaimana dampaknya terhadap kebijakan maupun citra pejabat publik.

Data menunjukkan bahwa media sosial menjadi arena diskusi mengenai isu keuangan nasional dalam periode ini. Platform visual seperti TikTok dan Instagram memimpin jumlah unggahan dengan total 195 dan 186 unggahan. Konten-konten yang beredar di sana berupa video pendek, potongan wawancara, atau narasi informatif dari pengguna.

Karakteristik konten visual yang cepat, ringkas, dan mudah dibagikan menyebabkan topik yang kompleks seperti redenominasi rupiah atau tata kelola anggaran negara mengalami penyederhanaan naratif. Fenomena ini berdampak ganda. Di satu sisi, masyarakat menjadi lebih terpapar isu-isu ekonomi yang selama ini identik dengan ruang teknokratis. Namun di sisi lain, penyederhanaan tersebut membuka ruang bagi misinterpretasi.

Sebagai contoh, beberapa unggahan memviralkan isu-isu tertentu tanpa konteks lengkap, sehingga memunculkan kesimpulan yang terburu-buru atau keliru. Ketidakhadiran media arus utama dalam arus pemberitaan memperkuat ketergantungan publik pada narasi yang dikendalikan oleh algoritma media sosial.

Dengan 161 penyebutan, Purbaya Yudhi Sadewa menjadi tokoh paling sering muncul dalam percakapan daring. Tiga aspek citra utamanya dapat diidentifikasi. Pertama, Publik memandang Purbaya sebagai pemimpin yang berani menolak penggunaan anggaran yang tidak sesuai, memerangi praktik korupsi, dan menggagas perubahan struktural. Beberapa unggahan mengaitkan langkah-langkahnya dengan dukungan tokoh lain seperti Mahfud MD.

Kedua, Purbaya ikut mengajar langsung dalam program Kemenkeu Mengajar, sebuah langkah yang diapresiasi publik. Peran aktifnya dalam edukasi finansial dipandang relevan dengan kebutuhan masyarakat menghadapi maraknya pinjaman online dan investasi berisiko.

Ketiga, kepopulerannya juga memicu sorotan terhadap isu personal, seperti kritik terhadap sumber kekayaan keluarganya. Dalam konteks budaya digital, isu personal mudah menjadi konsumsi publik meski seringkali tidak disertai data yang jelas. Hal ini menegaskan bahwa pejabat publik kini tidak hanya dinilai dari kinerjanya, namun juga dari integritas personal dan persepsi publik terhadap gaya hidup keluarganya.

Isu literasi keuangan menjadi salah satu tema yang paling banyak dibicarakan. Banyak unggahan menyoroti rendahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan atau memahami risiko pinjaman dan investasi. Diskusi seperti ini memperlihatkan adanya kebutuhan akut akan edukasi finansial.

Publik menyadari bahwa literasi keuangan menjadi prasyarat penting, terutama ketika pemerintah sedang merencanakan kebijakan teknis seperti redenominasi rupiah. Di sisi lain, terdapat pula kritik bahwa pendidikan finansial tidak dapat menggantikan perbaikan struktural seperti perlindungan konsumen dan peningkatan regulasi terhadap perusahaan fintech.

Artinya, literasi keuangan dipahami bukan sekadar kemampuan individu, tetapi juga bagian dari ekosistem kebijakan yang lebih luas.

Redenominasi rupiah menjadi salah satu isu yang paling memicu perdebatan. Analisis sentimen menunjukkan adanya ketegangan antara pendekatan kebijakan berbasis teknokrasi dan sentimen publik yang emosional.

Kekhawatiran Publik

  • Risiko kebingungan angka baru, terutama bagi masyarakat dengan literasi finansial rendah
  • Potensi inflasi terselubung
  • Ketidakpastian mengenai manfaat nyata bagi masyarakat
  • Kekhawatiran akan kepanikan publik atau penarikan uang tunai secara massal

Kekhawatiran-kekhawatiran ini banyak diperkuat oleh unggahan viral, sering kali tanpa penjelasan teknis.

Pemerintah menegaskan bahwa redenominasi adalah kebijakan jangka panjang yang sudah masuk dalam Rencana Strategis 2025–2029. Tujuannya adalah penyederhanaan sistem transaksi dan bukan penurunan nilai mata uang. Upaya peningkatan literasi keuangan pun dihubungkan sebagai langkah pendukung.

Analisis

Kedua narasi ini menunjukkan jurang persepsi yang cukup besar. Tantangan terbesar bukan terletak pada kebijakan itu sendiri, tetapi pada bagaimana kebijakan tersebut dikomunikasikan. Keterbatasan pemahaman publik, jika dibiarkan, dapat berubah menjadi resistensi sosial.

Selain redenominasi, dua isu negatif lain mengemuka. Sebagian publik memandang kritik tersebut sebagai sinyal bahwa pemerintah berpotensi keliru mengalokasikan anggaran. Namun pemerintah menekankan kehati-hatian fiskal dan efisiensi anggaran sebagai prioritas.

Isu personal muncul sebagai narasi negatif yang tak terhindarkan. Walaupun tidak selalu berdasar bukti, persepsi publik terhadap integritas pejabat dapat dipengaruhi secara signifikan oleh isu semacam ini.

Dari 770 unggahan:

  • Netral: 559 (72,6%)
  • Tidak dikenal: 128 (16,6%)
  • Negatif: 74
  • Positif: 9

Sentimen netral menandakan bahwa publik banyak membagikan informasi faktual. Namun unggahan negatif, meski minoritas, memiliki daya sebar tinggi akibat sifatnya yang kontroversial.

Secara analitis, ini menunjukkan bahwa persepsi publik lebih rentan dibentuk oleh narasi negatif yang viral daripada narasi positif yang bersifat informatif.

Analisis keseluruhan menunjukkan bahwa Purbaya Yudhi Sadewa menempati posisi unik dalam opini publik: ia dilihat sebagai reformis yang progresif namun juga menghadapi pengawasan intens dari masyarakat.

Beberapa temuan kunci dapat disimpulkan:

  1. Media sosial kini menjadi sumber utama opini publik tentang kebijakan ekonomi.
  2. Purbaya mendapatkan citra positif sebagai reformis dan pendidik, namun tetap menjadi target isu negatif.
  3. Literasi keuangan adalah isu kritis yang berkaitan dengan kesejahteraan publik dan keberhasilan kebijakan nasional.
  4. Redenominasi rupiah memerlukan strategi komunikasi yang jauh lebih kuat agar tidak menimbulkan resistensi publik.
  5. Sorotan personal terhadap pejabat publik semakin menguat di era digital dan harus ditangani dengan transparansi.

Di masa depan, upaya memperkuat komunikasi publik, memperluas edukasi finansial, dan meningkatkan responsivitas terhadap isu sensitif akan menjadi elemen penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi negara.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Perspektif

India, melalui Kebijakan Pendidikan Nasional 2020, tampak lebih progresif dalam memperkenalkan perubahan yang berorientasi pada pengembangan holistik dan berbasis pengalaman.

Sosok

Ririek Adriansyah adalah contoh nyata dari seseorang yang bangkit dari kesulitan untuk mencapai puncak kesuksesan. Dari pemungut puntung rokok hingga memimpin Telkom Indonesia, perjalanan...

Ragam

Jumlah responden 1.200 orang dianggap cukup untuk mewakili berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, baik dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lokasi

Perspektif

Mengejutkan sekaligus membanggakan, film berjudul ‘Autobiography’ akhirnya mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Piala Oscar 2024. Mengejutkan, karena meski merupakan karya perdana Makbul Mubarak, namun...