Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump sedang menghadapi tantangan ekonomi yang cukup berat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya stagflasi, yaitu situasi ketika pertumbuhan ekonomi melambat tetapi inflasi tetap tinggi. Menurut analis ekonomi Torsten Sløk dari Apollo, ada tiga hambatan utama yang menghalangi prospek ekonomi AS hingga tahun 2026. Pertama, kebijakan tarif impor yang membuat harga barang naik dan menekan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Kedua, pembatasan imigrasi yang mengurangi jumlah tenaga kerja di pasar. Ketiga, dimulainya kembali pembayaran pinjaman mahasiswa yang membuat daya beli masyarakat berkurang.
Artikel ini merujuk pada diskusi bertajuk Global Economic Outlook 2026 yang diselenggarakan oleh World Knowledge Forum, sebuah forum internasional yang berfokus pada isu-isu ekonomi global dan kebijakan strategis. Acara tersebut menampilkan tiga pakar ekonomi terkemuka, yaitu Torsten Sløk, Larry Hatheway, dan William Lee, yang dikenal luas karena analisis tajam mereka terhadap dinamika pasar dan kebijakan ekonomi global.
Diskusi yang diunggah pada 31 Oktober 2025 di kanal resmi World Knowledge Forum (dengan 199 ribu pelanggan dan telah ditonton lebih dari 12 ribu kali) membahas berbagai tantangan ekonomi dunia menjelang tahun 2026. Topik utamanya meliputi ketidakpastian geopolitik, pengetatan kebijakan moneter, serta restrukturisasi rantai pasokan global. Dalam sesi tersebut, para ahli menyoroti arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump, prospek pertumbuhan global, serta strategi investasi yang relevan di tengah perubahan struktural ekonomi dunia.
Meskipun ada beberapa faktor positif seperti kenaikan harga saham dan kemungkinan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve, Sløk menilai hambatan-hambatan tersebut lebih kuat. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi riil AS hanya akan berada di kisaran 1,1% hingga 1,9%, sementara inflasi bisa meningkat mendekati 3%. Sløk juga menyoroti bahwa dampak inflasi di AS lebih berat dibandingkan negara lain, seperti Korea Selatan, karena kebijakan perdagangan Trump yang keras terhadap banyak negara sekaligus. Hal ini menciptakan risiko struktural yang unik bagi ekonomi Amerika.
Pandangan lain datang dari William Lee, yang berpendapat bahwa kebijakan tarif Trump sebenarnya lebih mirip kebijakan investasi. Tujuannya adalah menarik modal asing agar mau berinvestasi dan memproduksi di dalam negeri. Namun, Larry Hatheway dari Franklin Templeton menilai ada inkonsistensi besar dalam kebijakan ekonomi Trump. Di satu sisi, pemerintah ingin mengurangi defisit perdagangan, tetapi di sisi lain tetap mempertahankan defisit anggaran yang tinggi dan mendorong ledakan investasi. Menurut Hatheway, jika defisit perdagangan berhasil ditekan, arus modal dari luar negeri akan menurun. Akibatnya, investasi yang meningkat harus didanai dari tabungan dalam negeri atau dengan menaikkan suku bunga riil.
Di sisi lain, Sløk melihat masih ada peluang jangka panjang bagi investor di AS, terutama di sektor transisi energi, pusat data, dan kecerdasan buatan (AI). Ketiga sektor ini memerlukan investasi besar dan cocok bagi investor yang memiliki tanggungan jangka panjang, seperti dana pensiun. Saat ini juga terjadi tren besar di mana investor institusional mulai beralih ke pasar privat, khususnya pada kredit privat, untuk mencari hasil yang lebih tinggi. Sekitar 90% perusahaan di AS dengan pendapatan lebih dari 100 juta dolar kini bersifat privat.
Hatheway menambahkan bahwa pergeseran ke aset privat ini mengubah cara investor membangun portofolio. Kini, portofolio tidak hanya harus mempertimbangkan risiko dan imbal hasil, tetapi juga likuiditas, atau seberapa mudah aset tersebut bisa dijual kembali. Dalam menghadapi perubahan besar dalam lanskap ekonomi global ini, para ahli berpesan agar investor tidak panik. Sebaliknya, mereka disarankan untuk tetap tenang, fokus meningkatkan kualitas portofolio mereka—baik di aset kredit maupun saham—dan berhati-hati dalam mengelola likuiditas agar tetap aman dari risiko perlambatan ekonomi dan kenaikan suku bunga di masa depan.




















