Analisis sentimen terhadap Muhammadiyah sepanjang 2025 menggambarkan organisasi ini sebagai sebuah kekuatan sosial-keagamaan yang dinamis, adaptif, dan terus memperluas kontribusinya di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Dengan total 1.994 pemberitaan dan 1.718 unggahan media sosial yang terdeteksi selama periode pemantauan, Muhammadiyah menjadi salah satu topik yang paling banyak diperbincangkan di ruang digital. Dominasi sentimen netral mencapai 74,5 persen, menunjukkan bahwa narasi mengenai Muhammadiyah cenderung informatif dan tidak terjebak dalam polarisasi tajam. Hal ini memberi gambaran bahwa publik melihat Muhammadiyah sebagai organisasi yang stabil, berkarakter, serta konsisten menjaga sikap “Islam Berkemajuan” yang menjadi identitasnya selama ini.
Puncak pemberitaan terjadi pada 26 November 2025 dengan 374 entri dalam sehari, menandai besarnya atensi publik terhadap berbagai aktivitas organisasi, mulai dari dinamika Kampus Muhammadiyah, isu Rumah Sakit Muhammadiyah, hingga narasi dakwah digital. Narasi-narasi ini saling berkelindan dan memperlihatkan bagaimana Muhammadiyah menjadi aktor multisektoral yang pengaruhnya meluas dari ruang akademik hingga sektor kemanusiaan.
Ranah pendidikan menjadi salah satu sumber pemberitaan paling menonjol. Berbagai kampus Muhammadiyah seperti UMM dan UMS mencatat prestasi yang diakui secara nasional maupun internasional. Universitas Muhammadiyah Malang, misalnya, dinobatkan sebagai Kampus Muhammadiyah Terbaik 1 dan masuk dalam daftar 25 kampus terbaik di Indonesia. Prestasi akademik, inovasi kampus, serta keberhasilan mahasiswa dan dosen dalam berbagai kompetisi turut menguatkan persepsi positif publik terhadap kontribusi Muhammadiyah dalam dunia pendidikan tinggi. Respons publik atas keberhasilan ini umumnya positif dan menjadi bukti konkret bahwa jaringan perguruan tinggi Muhammadiyah terus menjadi lokomotif kemajuan intelektual dan profesional di Indonesia.
Di sektor kesehatan, pemberitaan mengenai Rumah Sakit Muhammadiyah memiliki dua sisi. Di satu sisi, RS Muhammadiyah diberitakan atas capaian positif seperti keberhasilan meraih gelar juara dalam ajang PORRSMA 2025 dan peluncuran layanan baru. Namun di sisi lain, terdapat isu sensitif berupa dugaan malpraktik di RS Muhammadiyah Palembang yang menyeret perhatian publik. Kasus bayi berusia delapan bulan yang mengalami cedera hingga kehilangan jari memunculkan kekhawatiran publik terkait standar pelayanan kesehatan. Dalam data pemantauan tidak ditemukan klarifikasi resmi rumah sakit, menunjukkan perlunya respons komunikasi yang lebih proaktif dari pihak RS Muhammadiyah agar persepsi publik tidak dibiarkan mengambang. Tantangan ini sekaligus mengingatkan bahwa organisasi sebesar Muhammadiyah memerlukan tata kelola komunikasi risiko dan manajemen krisis yang terukur untuk menjaga reputasi institusi kesehatan yang mereka kelola.
Citra Muhammadiyah sebagai organisasi kemanusiaan semakin menguat melalui pemberitaan mengenai Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Pencapaian MDMC yang berhasil meraih klasifikasi internasional WHO sebagai tim EMT menunjukkan pengakuan global atas kehandalan lembaga ini. Meski tidak selalu menjadi sorotan utama di media arus utama, kontribusi MDMC dalam penanggulangan bencana memberi dampak besar terhadap penguatan citra Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan kemanusiaan yang profesional dan berkelanjutan.
Seiring derasnya arus digitalisasi, Muhammadiyah juga menjadi pemain aktif dalam dakwah digital. Media sosial seperti Instagram, Facebook, TikTok, dan YouTube menjadi medium yang efektif dalam amplifikasi pesan dakwah, edukasi, serta interaksi publik. Tercatat 480 entri di Instagram, 471 di Facebook, dan 361 di TikTok, menjadikan platform tersebut arena penting untuk membangun citra “Islam Berkemajuan”. Berbagai konten positif seperti kisah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, prestasi kampus, hingga aktivitas LazisMu mendapat respons baik dari publik. Kehadiran dakwah digital mencerminkan kemampuan Muhammadiyah membaca zaman dan menyesuaikan strategi komunikasinya dengan kultur media sosial yang cepat dan visual.
Namun demikian, dinamika organisasi juga diwarnai isu internal yang perlu direspons secara bijak. Kritik terhadap tokoh Muhammadiyah yang menjabat di pemerintahan, seperti desakan agar Dahnil Anzar dicopot dari jabatan Wakil Menteri Haji dan Umrah, menggambarkan adanya suara-suara kritis di internal. Sorotan mengenai krisis kaderisasi ulama juga muncul dalam media, menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperkuat regenerasi kepemimpinan spiritual dalam tubuh organisasi. Kedua isu ini turut mendorong tokoh seperti Abdul Mu’ti untuk menyerukan pentingnya menjaga persatuan dan menghindari “rebutan balung”, sebuah metafora agar energi organisasi difokuskan pada misi dakwah dan pengabdian, bukan konflik internal.
Sektor filantropi terus menjadi elemen penting dalam pemberitaan positif Muhammadiyah. LazisMu menampilkan konsistensi dalam kegiatan sosial, termasuk khitanan massal, bantuan sembako, dan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Aktivitas ini memperlihatkan perhatian Muhammadiyah pada kesejahteraan masyarakat akar rumput, sekaligus memperkuat citra sebagai organisasi yang tidak hanya berbicara soal ide, tetapi bertindak nyata.
Dari sudut pandang strategi komunikasi, laporan ini menunjukkan bahwa publik lebih banyak menerima informasi Muhammadiyah dari kanal digital dibanding media berita konvensional. Media internal seperti pwmu.co dan suaramuhammadiyah.id mendominasi dalam penyajian narasi resmi, sedangkan diskusi publik lebih banyak terjadi di media sosial. Situasi ini menuntut Muhammadiyah mengoptimalkan perannya dalam ekosistem komunikasi digital, terutama dalam membangun narasi positif dan menanggapi isu negatif secara cepat dan transparan.
Melihat keseluruhan lanskap, Muhammadiyah tampil sebagai organisasi yang relevan, berkontribusi besar, namun juga memiliki pekerjaan rumah dalam hal komunikasi publik dan manajemen isu. Di tengah dinamika politik nasional, Muhammadiyah tetap harus menjaga posisi netralitas yang sering menjadi sorotan publik. Ketegasan dalam membedakan pandangan personal tokoh dengan sikap resmi organisasi menjadi kunci agar citra Muhammadiyah tidak terbawa arus polarisasi politik menjelang Pilpres.
Keseluruhan temuan ini memunculkan satu kesimpulan utama: Muhammadiyah berada dalam titik penting perkembangan organisasi modern. Dengan fondasi pendidikan, kesehatan, kemanusiaan, dan dakwah digital yang kuat, Muhammadiyah telah menunjukkan dirinya sebagai organisasi yang berkelanjutan dan adaptif. Namun tantangan internal—mulai dari isu regenerasi ulama hingga dinamika tokoh—perlu dikelola dengan pendekatan yang dialogis, inklusif, dan strategis agar keberlanjutan gerakan Islam Berkemajuan dapat terus terjaga.
Jika Muhammadiyah mampu mempertahankan sinergi positif antara institusi, kader, serta strategi komunikasi publiknya di era digital, maka organisasi ini tidak hanya tetap relevan, tetapi juga semakin kuat sebagai salah satu pilar peradaban dan kemajuan bangsa di masa depan.





















