Connect with us

Hi, what are you looking for?

Perspektif

Dekomposisi dan Tugas Sehari-hari

Keterampilan untuk memecah masalah besar dan kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, lebih sederhana, dan lebih mudah dikelola.

Dibuat oleh Gemini

Tiga Poin Penting

  1. Jadikan Dekomposisi sebagai Langkah Pertama: Ajarkan siswa untuk tidak langsung panik saat melihat soal atau tugas yang besar. Biasakan mereka untuk selalu bertanya, “Oke, mari kita pecah ini menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Apa saja langkah-langkahnya?” Ini membangun kebiasaan untuk tidak mudah kewalahan.
  2. Gunakan Proyek Nyata di Kelas: Dekomposisi paling mudah dipahami melalui praktik. Gunakan proyek nyata seperti merencanakan acara kelas, membuat mading, atau mengerjakan tugas prakarya sebagai latihan untuk memecah tugas besar menjadi daftar pekerjaan yang lebih kecil dan bisa dibagikan.
  3. Visualisasikan Prosesnya: Bantu siswa melihat proses pemecahan masalah. Gunakan papan tulis atau kertas besar untuk menuliskan masalah utama di atas, lalu gambar cabang-cabang ke bawah untuk setiap sub-tugas yang lebih kecil. Peta pikiran (mind map) adalah alat yang sangat efektif untuk memvisualisasikan dekomposisi.

Bapak dan Ibu Guru, pernahkah merasa kewalahan saat merencanakan acara pentas seni sekolah? Atau mungkin saat melihat daftar panjang materi yang harus diajarkan dalam satu semester? Rasanya seperti melihat gunung yang tinggi dan berpikir, “Bagaimana cara mendakinya?” Perasaan ini wajar, dan ternyata, ada sebuah “jurus” sederhana namun sangat ampuh untuk menaklukkannya. Namanya dekomposisi.

Meskipun namanya terdengar sedikit “ilmiah”, dekomposisi adalah sesuatu yang mungkin sudah sering kita lakukan tanpa sadar. Ini adalah bagian dari berpikir komputasional (tenang, ini bukan hanya tentang komputer!), yang intinya adalah keterampilan memecahkan masalah.

Dekomposisi sederhananya adalah seni memecah satu masalah besar menjadi potongan-potongan kecil yang lebih mudah dikerjakan.

Bayangkan Anda ingin membuat sebuah roti lapis (sandwich). Anda tidak hanya “membuat sandwich” dalam satu langkah. Anda pasti memecahnya:

  1. Ambil dua lembar roti.
  2. Oleskan selai atau mentega.
  3. Letakkan isian (keju, tomat, daging).
  4. Tangkupkan kembali rotinya.

Selamat! Anda baru saja melakukan dekomposisi. Mudah, bukan?

Ternyata, Kita Sudah Sering Melakukannya!

Coba perhatikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang Bapak/Ibu buat. Anda tidak menulis “Mengajar Matematika” sebagai satu-satunya kegiatan. Anda memecahnya menjadi:

  • Menentukan Tujuan Pembelajaran: Apa yang harus bisa dilakukan Murid di akhir pelajaran?
  • Menyiapkan Materi Ajar: Bab apa yang dibahas? Contoh soal apa yang akan dipakai?
  • Merancang Kegiatan Inti: Bagaimana cara menyampaikannya? Apakah dengan diskusi, permainan, atau latihan?
  • Membuat Media Pembelajaran: Perlu gambar, video, atau alat peraga?
  • Menyusun Soal Evaluasi: Bagaimana cara mengukur pemahaman Murid?

Lihat? RPP itu sendiri adalah hasil dari dekomposisi yang luar biasa. Anda mengubah tugas besar “mengajar satu topik” menjadi langkah-langkah kecil yang jelas dan terstruktur.

Mengajarkan “Jurus Dekomposisi” di dalam Kelas

Kabar baiknya, jurus ini bisa kita ajarkan kepada Murid-siswi kita sejak dini. Mengajarkan mereka cara memecah masalah akan membangun fondasi logika dan membuat mereka tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan.

Berikut beberapa ide praktis untuk membawa dekomposisi ke dalam kelas:

  1. Saat Membersihkan Kelas: Perintah “Ayo bersihkan kelas!” bisa terasa berat bagi anak-anak. Coba pecah menjadi:
    • “Anak-anak, kelompok A tolong kembalikan buku ke rak.”
    • “Kelompok B, rapikan meja dan kursi.”
    • “Kelompok C, sapu lantai di bagian depan.”
      Tugasnya menjadi jelas, ringan, dan bisa dikerjakan bersama-sama.
  2. Saat Mengerjakan Soal Cerita Matematika: Ini adalah area klasik di mana dekomposisi sangat berguna. Ajarkan Murid untuk tidak langsung panik mencari jawaban akhir. Latih mereka untuk memecahnya:
    • Langkah 1: Baca soalnya pelan-pelan. Apa saja informasi yang kita punya? (Contoh: Ibu punya 5 apel, Ayah memberi 3 lagi).
    • Langkah 2: Apa yang ditanyakan oleh soal? (Contoh: Berapa jumlah apel Ibu sekarang?).
    • Langkah 3: Operasi apa yang harus kita pakai? (Tambah, kurang, kali, atau bagi?).
    • Langkah 4: Baru kita hitung jawabannya.
  3. Saat Membuat Prakarya atau Proyek Seni: Proyek “Membuat Diorama Kebun Binatang” terdengar besar. Pecah menjadi:
    • Siapkan alas kardusnya.
    • Buat latar belakangnya (gambar langit dan pohon).
    • Buat kandang-kandang dari stik es krim.
    • Letakkan hewan-hewan mainan di dalamnya.
    • Beri hiasan rumput dari kertas.

Manfaatnya untuk Murid

Dengan membiasakan dekomposisi, kita tidak hanya mengajar mereka cara menyelesaikan tugas. Kita sedang membekali mereka dengan keterampilan hidup yang sangat berharga. Anak-anak akan belajar untuk:

  • Tidak mudah cemas saat melihat masalah besar.
  • Menjadi lebih terorganisir dalam berpikir dan bertindak.
  • Merasa percaya diri karena mereka berhasil menyelesaikan “potongan-potongan” kecil dari masalah.
  • Menjadi pemecah masalah (problem solver) yang tangguh dan mandiri.

Jadi, Bapak dan Ibu Guru, mari kita terus gunakan dan ajarkan “jurus” dekomposisi ini. Ia adalah kunci rahasia untuk mengubah gunung masalah menjadi bukit-bukit kecil yang bisa kita daki bersama Murid-siswi kita, selangkah demi selangkah.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Sosok

Ririek Adriansyah adalah contoh nyata dari seseorang yang bangkit dari kesulitan untuk mencapai puncak kesuksesan. Dari pemungut puntung rokok hingga memimpin Telkom Indonesia, perjalanan...

Perspektif

Mengejutkan sekaligus membanggakan, film berjudul ‘Autobiography’ akhirnya mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Piala Oscar 2024. Mengejutkan, karena meski merupakan karya perdana Makbul Mubarak, namun...

Ragam

Jumlah responden 1.200 orang dianggap cukup untuk mewakili berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, baik dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lokasi

Perspektif

India, melalui Kebijakan Pendidikan Nasional 2020, tampak lebih progresif dalam memperkenalkan perubahan yang berorientasi pada pengembangan holistik dan berbasis pengalaman.