Poin penting :
- PPh DTP untuk Pekerja
Gaji pekerja sektor padat karya hingga Rp 10 juta per bulan bebas potongan pajak, memberi ruang lebih untuk kebutuhan keluarga. Namun, implementasi harus diawasi agar tepat sasaran. - Diskon 50% Iuran JKK
Potongan biaya iuran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi perusahaan tanpa mengurangi manfaat pekerja, membantu meringankan beban operasional sektor padat karya. - Solusi Sementara, Tantangan Berlanjut
Kebijakan ini membantu sektor terdampak pandemi, tapi hanya solusi jangka pendek. Dibutuhkan langkah berkelanjutan untuk memastikan dampak positif jangka panjang.
ISTILAH padat karya dari dulu bikin jidat berkerut. Jangan-jangan ini hanya jargon yang dipakai pejabat untuk memberi kesan bahwa mereka paham betul soal buruh. Tapi, mari kita anggap baik-baik saja dulu. Siapa tahu kali ini benar-benar ada niat mulia di balik kebijakan ini.
Indonesia ini negeri ajaib. Kaya sumber daya alam, penuh manusia cekatan yang siap banting tulang dari pagi buta sampai malam gulita. Tapi, sekuat-kuatnya orang bekerja, ada kalanya hidup memang bikin tersandung. Di sektor padat karya – seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur – para pekerja bukan hanya bertarung dengan jarum dan benang, tetapi juga dengan nasib yang entah kenapa selalu bikin deg-degan. Apalagi setelah pandemi COVID-19 mampir, sektor ini jadi seperti petinju yang habis dihajar ronde demi ronde.
Nah, pemerintah akhirnya turun tangan. Katanya mau membantu lewat insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (PPh DTP). Bahasanya canggih, ya? Tapi kalau diterjemahkan ke dalam bahasa kopi warung, ini berarti gaji pekerja tidak akan dipotong pajak. Bayangkan, gaji utuh tanpa potongan. Rasanya seperti mimpi siang bolong.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli – ya, siapa pun dia, yang penting niatnya baik – kebijakan ini berlaku untuk mereka yang gajinya sampai Rp 10 juta per bulan. Dan yang berhak menikmatinya adalah para pekerja di sektor tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur. Sekilas, ini terdengar seperti kabar baik. Bayangkan wajah-wajah lelah di pabrik yang akhirnya bisa membawa pulang uang lebih banyak untuk sekadar menambah jatah susu anak atau membayar utang di warung.
Tapi jangan buru-buru girang dulu. Ini Indonesia, Bung! Kebijakan bagus seringkali hanya seindah iklan. Realisasinya? Ah, itu urusan lain. Bagaimana prosesnya? Apakah birokrasi tidak akan bikin kepala pening? Apakah uang itu benar-benar sampai ke kantong pekerja atau malah nyasar ke tempat lain?
Tidak hanya insentif PPh, pemerintah juga memberi potongan 50% untuk iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Potongan ini diberikan untuk perusahaan sektor padat karya. Katanya, meskipun dipotong, manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan tetap utuh. Pak Menteri Yassierli bahkan bersumpah serapah, eh, maksudnya bersumpah janji, bahwa pekerja tidak akan dirugikan.
“Kami ingin pastikan pemberian relaksasi atau diskon ini tidak akan memengaruhi pemberian manfaat oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada pekerja,” ujarnya. Nah, kita tunggu saja, apakah janji ini hanya bunga-bunga kata atau benar-benar jadi kenyataan.
Kebijakan serupa pernah ada di masa pandemi COVID-19. Tahun 2020, pemerintah juga memberi insentif serupa untuk pekerja bergaji hingga Rp 16 juta. Hasilnya lumayan juga, meski hanya berlaku enam bulan. Tapi ya, seperti biasa, yang namanya kebijakan jangka pendek itu ibarat obat sakit kepala – reda sebentar, kambuh lagi.
Sekarang, kebijakan ini muncul lagi, hanya saja gaji maksimalnya turun jadi Rp 10 juta. Ya, namanya juga usaha. Barangkali duit negara sedang cekak. Tapi, ini tetap patut diapresiasi, meskipun hati ini tetap bertanya-tanya: setelah enam bulan, bagaimana? Apakah pemerintah punya jurus lain untuk menyelamatkan sektor ini, atau semua kembali ke titik nol?
Tentu saja, ada banyak tantangan. Proses administrasi harus jelas, jangan sampai ribet seperti mengurus surat tanah. Pengawasan juga penting, jangan sampai ada yang bermain-main di belakang meja. Dan yang paling penting: ini bukan solusi jangka panjang. Pekerja butuh kepastian, bukan janji-janji yang umurnya lebih pendek dari hidup seekor nyamuk.
Tapi sudahlah. Untuk saat ini, mari kita nikmati dulu kebijakan ini, sambil tetap waspada. Hidup ini seperti roda mesin jahit di pabrik tekstil – terus berputar, kadang lambat, kadang cepat. Semoga saja, kali ini pemerintah benar-benar memutar roda itu ke arah yang lebih baik.
Dengan sedikit sinisme dan harapan yang tidak pernah mati, kita doakan agar nasib pekerja sektor padat karya tidak sekadar jadi angka di laporan tahunan. Karena mereka bukan hanya statistik. Mereka adalah manusia, yang punya keluarga, mimpi, dan secuil harapan untuk hidup lebih layak. Dan bukankah itu yang seharusnya dijaga oleh negeri ini?
