Perbincangan publik sedang hangat bahkan panas terkait isu penundaan Pemilu. Partai Golkar, PKB dan PAN dalam waktu yang hampir bersamaan mengeluarkan pernyataan terkait perlunya penundaan Pemilu. Orkestrasi sumbang ini dilatarbelakangi oleh hasil survei kepuasan publik atas kinerja Presiden Joko Widodo. Pernyataan yang tidak populer ini jelas berisiko bagi ketiga parpol tengah ini. Ketiganya terkesan cari muka dan berlindung pada popularitas Jokowi.
Berbagai tanggapan berisi penolakan muncul. Setidaknya 6 partai politik memberi sinyal negatif atas usulan tersebut. Dari PDIP, Gerindra dan Nasdem nadanya jelas menentang. Saham ketiga parpol ini boleh dikata paling kuat dalam koalisi pendukung Jokowi. PDIP Gerindra bahkan diduga kuat akan berkoalisi mengusung Prabowo Puan di Pemilu 2024. Sementara Nasdem mulai melirik Anies Baswedan dan Ridwan Kamil sebagai sosok alternatif kandidat calon presiden kelak.
Sikap PDIP, Gerindra dan Nasdem memberi sinyal bahwa mereka sudah selesai dengan Jokowi. Pemimpin baru harus muncul dan parpol sebagai wadah kaderisasi politik harus mengambil peran strategisnya. Konstitusi harus dipegang erat agar konsolidasi demokrasi terjaga. Keuntungan politik jelas didapat oleh ketiga partai ini, disamping 3 parpol lain yang ikut mengamini.
Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa hasil reformasi tidak boleh dikhianati tapi keberlangsungan dan keberlanjutan program Jokowi juga harus dijaga oleh etika politik dan PDIP berkomitmen melanjutkan program yang belum selesai. Mantan demonstran penumbang Orde Baru ini mengusulkan agar Jokowi diproyeksikan menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden pasca lengser di 2024 kelak.
Publik pantas bertanya tentang sikap politik parpol yang menyuarakan usulan penundaan pemilu 2024. Telunjuk pertama kali mengarah pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai anak kandung NU ini sangat mungkin harus mengambil posisi agar tetap memiliki tokoh kunci dalam kontestasi politik mendatang. Jika sekarang ada sosok Kyai Ma’ruf Amin maka dalam bursa kandidat 2024 belum terlihat sosok yang menonjol. PKB berusaha dilirik kembali oleh kekuatan politik lain.
Langkah menggagas penundaan pemilu memberi kesan bahwa poros Golkar, PKB, dan PAN lekat dengan sikap oportunis. Sikap yang dalam jangka pendek pasti merugikan citra partai-partai itu. PKB ingin memainkan peranan kunci di tengah sikap resmi Partai Golkar yang masih mengusung Airlangga Hartarto sebagai capres minim popularitas dan PAN yang agaknya tahu diri untuk berkonsentrasi agar tak terpental dari parlemen.
Sikap tak populer ini mengundang dugaan publik terkait tersanderanya para elit politik oleh sejumlah kasus hukum yang membuat mereka harus berlindung pada istana. Di sisi lain ada elemen kekuasaan yang diduga bermain dalam menekan sejumlah parpol. Hal yang tegas ditolak oleh Juru Bicara Mensesneg Faldo Maldini dengan mengungkap pernyataan bahwa Pemerintah bukan dalang di balik wacana ini.
Kecemasan untuk ditinggalkan Jokowi dengan segenap kekuatan politiknya menunjukkan macetnya kaderisasi politik. Terbukti partai-partai gamang dalam menjaring kader terbaiknya. PDIP yang memiliki tokoh sepopuler Ganjar Pranowo masih mempertimbangkan untuk mengusung duet Prabowo-Puan. Sementara kandidat seperti Erick Thohir, Anies Baswedan dan Ridwan Kamil masih mencari parpol yang cocok alias bukan kader parpol.
Tak dapat dipungkiri bahwa sistem ketatanegaraan yang belum sepenuhnya ideal memunculkan kecemasan atas krisis keberlanjutan pembangunan. Hal yang mengakibatkan transisi kepemimpinan dalam bingkai konsolidasi demokrasi. Ahli Tata Negara Yusril Ihza Mahendra memberi sinyal bahwa amandemen menjadi jalan konstitusional jika usulan penundaan Pemilu ini akan diterapkan agar menghindarkan negara dari kekosongan kekuasaan politik yang memiliki legitimasi.
Bagaimanapun kelanjutan dari gagasan penundaan Pemilu ini, landasan konstitusi harus dijadikan pegangan. Pergantian kepemimpinan nasional yang demokratis dan sesuai dengan kesepakatan besar yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 sangat menentukan bagi perjalanan panjang Indonesia sebagai sebuah negara besar.