Connect with us

Hi, what are you looking for?

Perspektif

Mendayung Di Antara Celah Karang

Ada kritik yang menolak Jokowi cawe cawe urusan calon presiden. Ada pula loyalis yang harap harap cemas menunggu arahan Jokowi. Mereka menanti kepada siapa restu Jokowi akan diberikan untuk calon presiden mendatang. Dari hari ke hari bukannya makin terang justru makin sulit ditebak. Bahkan soal cawapres pun menjadi bola liar.

Sementara Pemilihan Umum 2024 hanya menyisakan waktu sekira 6 bulan lagi. Secara normatif sebagai presiden petahana yang telah berkuasa dua periode Jokowi tidak perlu cawe-cawe. Namun dalam batas tertentu Jokowi pasti memainkan kartunya. Loyalisnya yang setia tegak lurus pada sosok mantan Walikota Surakarta dan mantan Gubernur DKI Jakarta ini harus berhadapan dengan situasi yang kompleks.

Secara formal Joko Widodo adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Mestinya ia dukung Ganjar Pranowo. Ia pernah meneguhkan dirinya sebagai petugas partai. Hingga hari ini loyalitasnya kepada partai belum ada cacatnya. Meski Jokowi telah menjadi presiden yang harus mengayomi seluruh kekuatan sosial politik dan merangkul tokoh-tokoh partai lain, ia tetaplah kader PDIP.

Perhatian publik makin tersedot manakala kedekatan Jokowi dengan kubu Prabowo Subianto yang notabene adalah menterinya sangat terasa. Cukup beralasan karena Prabowo adalah salah satu menterinya. Pun Prabowo sebagai mantan pesaing kerasnya dalam kontestasi elektoral layak dihargai karena mau bergabung dengan Pemerintahan Jokowi. Sebuah manuver politik balik kanan yang sangat berisiko sebab ia menjadi simbol perlawanan terhadap Jokowi pada Pilpres 2019.

Kesediaan Prabowo masuk dalam Kabinet Jokowi bisa dikonversi menjadi saham politik yang bisa dicairkan pada Pilpres kali ini. Apalagi siklus dan pendulum sedang berpihak kepadanya. Setelah era Gus Dur dan Megawati yang sipil, SBY dengan latar belakang militer terpilih menjadi Presiden. Setelah itu Jokowi yang sipil menggantikan dan kini Prabowo yang kuat latar belakang militernya sangat mungkin berada di momentum yang tepat.

Sinyal dukungan Jokowi ke dua capres itu boleh dikata sama kuat. Prabowo dan Ganjar menjadi kandidat penerus Jokowi. Mereka berdua harus menghadapi Anies Baswedan menjadi kandidat barisan oposisi. Bukan tidak mungkin di titik tertentu Jokowi dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang akurat bahwa Prabowo mengungguli Ganjar atau sebaliknya. Dan arah dukungan politik akan makin kuat kepada siapa yang potensial memenangkan kontestasi.

Jokowi harus mendayung di antara karang. Ia harus berhati-hati agar memenangkan hati kawan dan lawan politiknya. Sebagai petahana dua periode, Jokowi sangat mungkin akan ‘menaruh telur yang sama semua keranjang yang tersedia’ alias menaruh investasi politiknya di semua kekuatan yang akan berlaga pada Pilpres 2024. Langsung atau tidak langsung. Terbaca di panggung depan politik atau tersembunyi di belakang layar. Tentu Jokowi ingin landing dengan nyaman di akhir pemerintahannya. Capaiannya bisa saja tenggelam jika Presiden terpilih pada Pemilu mendatang menafikan apa yang diwariskannya.

Dalam kompleksitas kepentingan politik dan situasi yang cepat berubah, Jokowi memerlukan strategi yang tepat dalam menyiapkan transisi kepemimpinan nasional. Jika hal ini bisa dilakukan maka konsolidasi demokrasi di Indonesia berpotensi semakin menguat. Namun bukan tidak mungkin strategi itu akan menimbulkan kesan manuver politik sign kanan belok kiri karena langkah tak terduga yang harus dilakukan untuk memenangkan pertarungan politik.

Langkah itu bisa jadi akan memberi kejutan penentu pada saat pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden kelak. Tentu kita berharap itu tidak memberi kesan kemunafikan politik para elit. Jika itu terjadi tentu tidak menguntungkan dan akan mengganggu lanskap politik. Kepercayaan dan keyakinan yang diberikan warga negara kepada para pemimpin akan makin terkikis sekaligus menimbulkan sinisme dan kekecewaan.

Maka sah-sah saja jika para loyalis Jokowi menunggu arahan sang petahana. Namun benang merah gagasan dan kebijakan politik lah yang lebih penting untuk dijadikan pegangan bagi kesinambungan pembangunan bangsa. Setiap masa punya tempat bagi pemimpin yang terlahir untuk memandu rakyatnya mencapai masa depan yang gemilang. Dan pada akhirnya kita percayakan itu pada mekanisme demokrasi.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Perspektif

Mengejutkan sekaligus membanggakan, film berjudul ‘Autobiography’ akhirnya mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Piala Oscar 2024. Mengejutkan, karena meski merupakan karya perdana Makbul Mubarak, namun...

Ragam

Jumlah responden 1.200 orang dianggap cukup untuk mewakili berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, baik dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lokasi

Sosok

Ririek Adriansyah adalah contoh nyata dari seseorang yang bangkit dari kesulitan untuk mencapai puncak kesuksesan. Dari pemungut puntung rokok hingga memimpin Telkom Indonesia, perjalanan...

Vidiopedia

Freeport-McMoRan, perusahaan asal Amerika Serikat yang memiliki tambang emas terbesar di dunia, salah satunya di Indonesia. Sejak lama, perusahaan ini jadi sorotan karena masalah...