Jakarta macet dan kotor udaranya. Mau belanja ke Tanah Abang jadi enggan. Apalagi harga pakaian yang dijual lebih murah di toko daring. Jenisnya pun lebih beragam. Ngapain lagi ke pasar yang sudah tidak menarik lagi. Meski dulu kemacetan kawasan Tanah Abang adalah ‘keasyikan’ tersendiri. Pembeli grosiran dan satuan berdesakan berebut barang murah.
Pasar Tanah Abang hanya satu contoh kasus dari fenomena bisnis ritel, khususnya ritel tradisional, yang sedang menghadapi tantangan besar. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi digital yang semakin pesat, termasuk kemunculan socio commerce.
Socio commerce adalah sebuah model bisnis perdagangan elektronik yang memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan dan menjual produk atau jasa. Model bisnis ini menawarkan berbagai keuntungan bagi konsumen, seperti kemudahan dalam berbelanja, harga yang lebih kompetitif, dan pengalaman berbelanja yang lebih personal.
Kemunculan socio commerce telah memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis ritel tradisional. Hal ini karena socio commerce menawarkan pengalaman berbelanja yang lebih menarik dan relevan bagi konsumen.
Pasar TikTok Shop di Indonesia sangat besar. Menurut data dari Momentum Works, TikTok Shop diproyeksikan mencapai 13,2 persen pangsa pasar ecommerce di Asia Tenggara pada tahun 2023. Hal ini didukung oleh pertumbuhan pengguna TikTok yang pesat di Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya bisnis retail diterjang socio commerce adalah kemudahan berbelanja, harga yang sangat kompetitif, dan pengalaman berbelanja yang lebih personal.
Socio commerce menawarkan kemudahan berbelanja yang tidak dimiliki oleh bisnis ritel tradisional. Konsumen dapat berbelanja dari mana saja dan kapan saja, tanpa perlu pergi ke toko fisik. Tiktok Shop dan sejenisnya menawarkan harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan bisnis ritel tradisional. Hal ini karena socio commerce tidak memiliki biaya sewa toko dan biaya operasional yang tinggi.
Platform dagang digital berbasis komunitas menawarkan pengalaman berbelanja yang lebih personal bagi konsumen. Konsumen dapat berinteraksi langsung dengan penjual untuk mendapatkan informasi dan rekomendasi produk.
Untuk menghadapi tantangan dari socio commerce, bisnis ritel tradisional perlu melakukan berbagai inovasi. Bisnis ritel tradisional perlu meningkatkan pengalaman berbelanja agar tetap kompetitif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan layanan yang lebih baik, seperti layanan pengiriman yang cepat dan gratis, serta layanan pengembalian produk yang mudah. Bisnis model lama perlu melakukan digitalisasi agar dapat menjangkau konsumen yang lebih luas. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat website atau aplikasi mobile untuk memudahkan konsumen dalam berbelanja.
Yang tak kalah pentingnya, bisnis ritel tradisional perlu membangun komunitas untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan konsumen. Jika bisnis ritel tradisional tidak melakukan inovasi, maka mereka akan semakin tertinggal dari socio commerce dan akhirnya akan runtuh.
