Pada Selasa, 7 November 2023, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dalam uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Putusan ini diumumkan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dalam putusannya, MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam. Akibat pelanggaran tersebut, Anwar tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK selama masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berlangsung.
Putusan tersebut juga menegaskan bahwa Anwar tidak diperkenankan terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi konflik kepentingan.
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi muncul setelah Anwar Usman dan MK, yang ia pimpin, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 16 Oktober 2023, dengan merumuskan norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mencalonkan diri sebagai capres-cawapres meskipun tidak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Meski Anwar harus lengser dari jabatan Ketua MK dan tidak boleh ikut mengadili kasus yang berpotensi mengandung konflik kepentingan, Prabowo-Gibran tetap sah melaju menjadi pasangan capres dan cawapres. MKMK tidak berwenang mengubah putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Ini berarti semua fihak diharapkan fokus untuk bertarung di Pilpres 2024 secara demokratis. Jika ada putusan baru MK terkait UU Pemilu maka hal tersebut akan berlaku pada Pilpres 2029. Termasuk jika ada yang mempersoalkan keabsahan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan Prabowo Subianto melalui mekanisme Bawaslu. Karena putusan MK berlaku sejak dibacakan dan tidak menunggu peraturan atau perubahan peraturan di bawahnya.
Kita dapat menggaris bawahi beberapa poin analisis kunci dari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Pertama, Pemberhentian Ketua MK: Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ini adalah penghentian yang signifikan dalam lembaga penting di Indonesia dan memiliki implikasi besar dalam sistem peradilan.
Kedua, Pelanggaran Kode Etik: Anwar diberhentikan karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dalam menguji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan batas usia calon presiden dan wakil presiden. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga etika dan integritas dalam lembaga-lembaga hukum.
Ketiga, Peran MKMK: Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memainkan peran penting dalam mengumumkan putusan dan sanksi atas pelanggaran etik Anwar. Keputusan ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga hukum di Indonesia memiliki mekanisme internal untuk menangani pelanggaran kode etik.
Keempat, Konsekuensi bagi Anwar: Putusan MKMK memiliki konsekuensi serius bagi Anwar. Dia tidak hanya diberhentikan dari jabatan Ketua MK, tetapi juga dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK selama masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggaran kode etik dihukum dengan tegas.
Kelima, Pembatasan Keterlibatan Anwar: Anwar juga dilarang terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam beberapa jenis perkara yang melibatkan pemilihan, termasuk pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari potensi konflik kepentingan.
Keenam. Kontroversi Putusan Sebelumnya: Berita mencatat bahwa dugaan pelanggaran kode etik muncul setelah Anwar dan MK mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 16 Oktober 2023. Putusan ini menghasilkan norma yang kontroversial tentang usia minimum calon presiden.
Peristiwa dan putusan MKMK ini mencerminkan pentingnya menjaga integritas dan etika dalam sistem peradilan, serta peran lembaga hukum dalam menegakkan aturan. Keputusan yang diambil dalam kasus ini akan memiliki dampak yang signifikan pada dinamika politik dan hukum Indonesia.