Politik Indonesia tidak tumbuh di ruang hampa. Pengaruh geopolitik memiliki dampak signifikan pada Pilpres (Pemilihan Presiden) di Indonesia. Hubungan Indonesia dengan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Tiongkok bisa menjadi perdebatan utama dalam kampanye pemilihan, terkait dengan isu-isu perdagangan, keamanan, dan investasi.
Kampanye akan ramai dengan isu ‘Asing dan Aseng’. Tim kampanye capres harus bekerja keras merumuskan isu ini. Kebijakan luar negeri yang diambil oleh pemerintahan yang berkuasa atau calon presiden dapat menjadi isu utama dalam pemilihan, mempengaruhi citra dan popularitas calon. Jika terbukti, dukungan atau pembiayaan dari aktor asing kepada calon presiden atau partai politik juga bisa menjadi masalah sensitif.
Isu-isu geopolitik yang berkaitan dengan wilayah Indonesia, sengketa wilayah, atau hubungan dengan negara tetangga, dapat memengaruhi opini publik dan mendominasi diskusi dalam kampanye pemilihan. Selain itu, isu-isu yang melibatkan kedaulatan nasional dan identitas nasional seringkali menjadi fokus dalam politik Indonesia.
Kebijakan diplomatik ekonomi, seperti kesepakatan dagang dan investasi dengan negara-negara asing, juga dapat mempengaruhi isu-isu ekonomi dan ketenagakerjaan dalam negeri. Geopolitik, dalam konteks ini, menjadi elemen penting yang membentuk narasi dan pilihan politik dalam Pilpres Indonesia.
Tiongkok masih jauh melampaui AS dalam hal investasi di Indonesia. Tiongkok adalah investor terbesar ketiga di negara ini dengan investasi sebesar 24,9 miliar dolar AS sejak tahun 2000. Sebaliknya, AS mendanai sekitar 20 miliar dolar AS pada periode yang sama.
Namun, sementara Tiongkok berfokus pada investasi ekonomi untuk mendapatkan dukungan, AS telah mengambil pendekatan berbeda dengan meningkatkan hubungan pertahanan. Indonesia telah menjadi tuan rumah bagi para pejabat militer AS untuk latihan dan pameran bersama yang memamerkan angkatan bersenjata negara tersebut.
Kedua negara secara historis berkolaborasi dalam upaya kontra-terorisme, namun dalam beberapa tahun terakhir, kerjasama ini telah bergeser ke arah yang baru. Negeri Paman Sam menghabiskan sekitar tiga setengah juta dolar AS untuk pusat pelatihan dan pangkalan angkatan laut di Batam, sebuah pulau Indonesia di tepi laut Cina Selatan dan tepat di tengah-tengah jalur pelayaran vital. Ancaman terbesar bagi Indonesia dan Laut Cina Selatan adalah Cina sendiri yang sedang terlibat sengketa maritim di perairan sekitar Pulau Natuna.
Kepentingan nasional Indonesia harus lebih diutamakan daripada kepentingan kelompok politik yang tengah bersaing meraih simpati dalam Pemilu. Berikut beberapa poin penting terkait posisi Indonesia dalam dinamika geopolitik.
Pertama, Diplomasi Bebas dan Aktif: Indonesia telah menerapkan diplomasi bebas dan aktif sejak kemerdekaan pada tahun 1945, yang memungkinkan negara tersebut menjaga hubungan dengan negara adidaya seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.
Kedua, Peran Sebagai Pihak Ketiga Netral: Indonesia sering melihat dirinya sebagai pihak ketiga yang netral dan dapat bertindak sebagai jembatan antara negara-negara yang bersaing di saat krisis.
Ketiga, Pendekatan Mediasi: Indonesia telah mencoba memediasi dalam konflik internasional, seperti program nuklir Iran, dan memelihara hubungan diplomatik dengan Korea Utara dan Selatan.
Keempat, Investasi Tiongkok: Tiongkok telah menginvestasikan sejumlah besar dana dalam proyek infrastruktur di Indonesia, seperti jalur kereta api berkecepatan tinggi antara Jakarta dan Bandung.
Kelima, Hubungan Pertahanan dengan AS: Indonesia telah menjadi tuan rumah bagi para pejabat militer AS untuk latihan bersama, meskipun kerjasama pertahanan antara keduanya telah bergeser.
Keenam, Sengketa Maritim: Indonesia memiliki sengketa maritim dengan Cina terkait dengan perairan sekitar Pulau Natuna di Laut Cina Selatan.
Ketujuh, Opini Publik: Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Amerika Serikat dan Tiongkok memiliki pandangan negatif satu sama lain. Mayoritas penduduk Tiongkok ingin Indonesia tetap netral.
Kedelapan, Keseimbangan AS-Tiongkok: Indonesia cenderung mendukung Amerika Serikat jika terjadi konflik intensif antara AS dan Tiongkok, sebagian karena AS dianggap kurang mengancam.
Kesembilan, Faktor Ekonomi dan Keamanan: Investasi ekonomi dan keamanan adalah faktor penting dalam hubungan Indonesia dengan Tiongkok dan AS.
Kesepuluh, Jalan Tengah: Indonesia tampaknya berusaha untuk tetap netral dan menjadi jembatan antara negara-negara saingan, menjunjung hak-hak mereka sekaligus menjaga keseimbangan di kawasan.
Opini publik di Amerika Serikat dan Tiongkok terhadap Indonesia mencerminkan kompleksitas hubungan tersebut. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia mendukung netralitas negara mereka, Indonesia mungkin harus mempertimbangkan keseimbangan antara faktor ekonomi dan keamanan dalam kebijakan luar negerinya.
Terlepas dari persaingan antara Tiongkok dan AS, Indonesia tampaknya berkomitmen untuk mempertahankan jalan tengahnya, menjaga hubungan dengan semua pihak, dan bertindak sebagai jembatan antara saingan, dengan harapan menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.