Bumi makin panas. Lingkungan makin rusak dan perubahan iklim makin nyata dampaknya. Salah satu upaya manusia untuk mengantisipasi perubahan iklim adalah penggunaan energi hijau untuk mengurangi penggunaan energi fosil yang polutif dan menimbulkan efek rumah kaca.
Energi hijau merujuk pada sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya alam terbarukan atau bersifat ramah lingkungan. Sumber energi hijau umumnya berasal dari sumber-sumber seperti Energi Surya yang diperoleh dari sinar matahari dengan menggunakan panel surya untuk menghasilkan listrik. Lalu, Energi Angin yang didapat dari tenaga angin dengan turbin angin yang mengkonversi energi angin menjadi listrik.
Energi Hidro yang berasal dari tenaga air, baik melalui pembangkit listrik tenaga air besar (PLTA) maupun mikrohidro juga merupakan energi hijau. Lalu ada Energi Biomassa Dihasilkan dari bahan organik seperti limbah pertanian, limbah kayu, atau limbah tanaman yang terurai untuk menghasilkan energi. Dan yang juga melimpah di Indonesia adalah Energi Geotermal yang memanfaatkan panas bumi untuk menghasilkan uap dan listrik.
Sumber energi hijau ini dianggap lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi karbon yang tinggi, tidak terbatas secara sumber daya, dan dapat diperbaharui secara alami. Penggunaan energi hijau mendukung upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dua perusahaan BUMN, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pupuk Indonesia, telah menjalin perjanjian kerjasama dengan perusahaan energi asal Arab Saudi, ACWA Power. Perjanjian ini menandai langkah strategis dalam mengembangkan ekosistem green hydrogen dan green ammonia di kawasan industri Pertrokimia di Gresik.
Penandatanganan perjanjian Joint Development Agreement (JDA) ini terjadi pada acara COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, pada Minggu (3/12). PLN bertanggung jawab dalam menyediakan tenaga listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) di Banyuwangi dan Pulau Madura.
Tenaga listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas maksimum 200 MW akan didistribusikan ke kawasan industri Petrokimia. Sementara itu, Pupuk Indonesia akan fokus pada produksi green ammonia untuk pasar domestik maupun internasional.
Dalam konteks ini, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan komitmen PLN dalam menyediakan energi bersih melalui pengembangan Green Hydrogen dan Green Ammonia di Indonesia. Kolaborasi ini merupakan langkah lanjutan dari Memorandum of Understanding (MoU) Aliansi Strategis yang diinisiasi pada November 2022 dalam momentum G20 di Bali.
Menurut Darmawan, “Hidrogen hijau merupakan salah satu solusi untuk transisi energi. Oleh karena itu, pengembangan hidrogen hijau menjadi fokus utama kami dalam mempercepat transisi energi.”
Dalam kerjasama ini, PLN akan menyuplai listrik untuk Green Hydrogen Plant (GHP) yang didukung oleh pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). PLN akan menggunakan sertifikat energi terbarukan (Renewable Energy Certificate/REC) untuk memastikan pasokan listrik bersih tambahan.
PLN juga akan menyediakan kapasitas jaringan transmisi untuk menghubungkan Pembangkit Listrik EBT ke sistem industri hidrogen hijau. Listrik hijau tersebut akan dialirkan melalui sistem transmisi PLN menuju lokasi pabrik Pupuk Indonesia sebagai bahan baku Green Ammonia.
Darmawan menambahkan, “Kami melihat komitmen yang kuat dari pemerintah, PLN, Pupuk Indonesia, dan ACWA Power. Oleh karena itu, kami siap mendukung upaya pengembangan bersama Green Hydrogen dan Green Ammonia ini untuk mencapai tujuan bersama.”
Kerjasama ini tidak hanya menjadi langkah penting dalam pengembangan industri energi bersih di Indonesia tetapi juga menunjukkan komitmen bersama untuk mengakselerasi transisi menuju sumber energi ramah lingkungan.
